dekatnya diri kita pada Allah....hanya dirikita lah yg tau, berapa besar cintanya kita pada Allah hanya dirikitalah yg tau, berapa banyak sudah dosa2 kita pada Allah juga hanya dirikitalah yg tau, ingat.... Allah Maha Mengetahui segalanya,sekecil apapun itu, Ya Allah jagalah selalu hati kami, perliharalah selalu keiman...an kami, jagalah kami agar selalu dijalan Mu, Teguhkanlah kami selalu pd agama Mu...

Sabtu, 19 November 2011

Dakwah Iman Dan Amal Shaleh Dalam Al Qur'an Dan Sunnah

USAHA DAKWAH DAN TABLIGH DAlAM
AL QUR’AN



ALLAH SWT ADALAH “DA’I”

Di dalam Al Qur`an Allah Swt telah mejelaskan kepada Nabi Muhammad saw, dan ummatnya, bahwa Dia adalah “ Da`i “. Yaitu dalam pengertian, bahwa Allah Swt mengajak manusia untuk menjadi penghuni surga, yaitu kampung kedamaian, begitu pula Allah mengajak manusia untuk memasuki pintu gerbang pengampunan-Nya.

Penjelasan Allah ini bisa kita baca dalam Al Qur`an surah Al Baqoroh, ayat 221 yaitu :

َ وَاللهُ يَدْعُوْا اِلى الجَنَّةِ وَ المَغفِرَةِ بِاِذنِهِ
“Dan Allah Mengajak ( manusia ) ke surga dan pengampunan dengan izin-Nya” .

Ibnu Jarir At Thobari, dalam kitab tafsirnya Jilid IV, halaman 37, berkata :


يَعْنِيْ بِذَالِكَ يَدْعُوْكمُ ْ اِلىَ الْعَمَلِ بمَِا يُدْخِلُكُمْ الْجَنَّةَ وَيوُجِبُ لَكُمُ النَّجَاةَ إٍنْ عَمِلْتمُ ْ بِهِ مِنَ النَّارِ وَاِلَى مَا يمَحُو ْ خَطَاياَكمُ ْ أَوْ ذنُوُ بَكُمْ فَيَعْفوُا عَنْهاَ وَ يَسْترُ ُ هَا عَلَيْكُمْ

“Yang di maksud oleh ayat itu:”Allah menyeru kalian untuk mengerjakan amal yang menyebabkan kalian masuk surga dan membuat kalian selamat dari neraka. Begitu pula Allah menyeru kepada amal yang menyebabkan kesalahan kesalahan dan dosa dosa kalian terhapus, sehingga Allah memaafkannya dan menutupinya atas kalian”.

Yang di maksud “ dengan izin-Nya “ Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya; jilid I Halaman 585, berkata:

( بِاِذنِهِ ) أَيْ بِشَرْعِه ِوَ مَا أَ مَرَ بِهِ وَ مَا نَهىَ عْنْهُ
“Yang dimaksud ( dengan izin-Nya ),ialah dengan Syari`at-Nya Dan dengan apa yang di perintahkan dan apa yang di larang-Nya”.

Begitu pula bisa kita baca dalam Al Qur`an, surah Yunus, ayat 25 , yaitu :

وَاللهُ يَدْعُوْا اِلَى دَارِ السَّلاَم وَيَهْدِيْ مَنْ يَشَاءُ اِلَى صِرَاطٍ مُسْتقِيْم
“Dan Allah menyeru ( manusia ) ke rumah kedamaian ( surga ) dan memberi petunjuk kepada jalan yang lurus kepada orang yang di kehendaki .

Ibnu Jarir Ath Thobariy, dalam kitab tafsirnya, jilid 15, halaman 61, berkata :

عَنْ قَتاَدَةَ ( وَاللهُ يَدْعُوْ اِلَى دَارِ السَّلاَمِ ...) ذُكِرَ لَناَ أَنَّ فِيْ التوَّ ْرَاةِ مَكْتو ْ باً يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ هَلُمَّ , ياَ بَاغِيَ الشَّرِ اِ نتهِ
“Dari Qotadah ( Allah menyeru kepada rumah kedamaian ), disebutkan Bahwa di dalam kitab Taurot ada tertulis : “ Wahai pencari kebaikan kemarilah ! . Wahai pencari kebururukan berhentilah !

وَعَنْ أَبيْ دَرْدَاءْ قاَلَ : قَالَ رَسُوْ لُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ : مَا مِنْ يَوْم ٍطَلَعَتْ فَِيْهِ شَمْسُهُ اِلاَّ وَ ِبجَنْبتيهْاَ مَلَكاَنِ يُنَادِيَانِ يَسْمَعُ خَلْقُ اللهِ كُلُّهُمْ اِلاَّ ا الثقَليَنِ : يَا أَيهُّاَ النَّاسُ هَلُمُّوْا اِلَى رَبِّكُمْ اِنَّ مَ قَلَّ وَ كَفَى خَيْرٌ مِمَّا كَثرُ َ وَ أَلهْىَ قَالَ : وَ أَنزَلَ ذَالِكَ فيِ الْقُرأَن فَيْ قَوْلِهِ ( وَ اللهُ يَدْعُوْ اِلىَ دَارِ السَّلاَمِ و ََيهْدِ ي مَنْ يَشَاءُ اِلَى صِرَاطٍ مُسْتقِيْم )

“Dari Abu Darda` ra, berkata : “Rasulullah saw bersabda ; ”tidaklah setiap hari, dimana matahari terbit, kecuali di dua sisinya ada dua malaikat yangberseru, yang di dengar oleh semua makhluk Allah kecuali jin dan manusia :“Wahai Manusia bersegeralah menghadap kepada Tuhanmu. Sesungguhnya apa yang sedikit tapi mencukupi itu lebih baik dari pada yang banyak tapi melalaikan ”. Abu Darda` berkata :“Dan Allah menurunkan hal itu di dalam Qur`an di dalam firman-Nya : ( Dan Allah menyeru manusia kerumah kedamaian dan memberi petunjuk kepada jalan yang lurus kepada siapa yang di kehendaki” .

وَعَنْ أَبِي قَلاَبَةِ عَنِ النَّبيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ
قَالَ : قِيْلَ لِيْ لَتنمُ ْ عَيْنَكَ وَ لْيَعْقُلْ قَلْبَك وَ لْتسْمَعْ أُ ذنكََ فَنَامَتْ عَيْنيْ وَ عَقَلَ قَلْبِيْ وَ سَمِعَتْ أُذنِيْ ثمَّ قِيْلَ سَيِّدٌ بَنىَ دَارًا ثمَّ صَنَعَ مَأْدُبَةً ثُمَّ أَرْسَلَ دَاعِياً فَمَنْ اَجَابَ الدَّاعِيَ دَخَلَ الدَّارَ وَ أَكلَ مِنَ اْلمأدُبَةِ وَ رَضِيَ عَنْهُ السَّيِّدُ وَ مَنْ لَمْ يَجِبْ الدَّاعِيَ لَمْ يَدْخُلِ الدَّارَ وَلمَ ْ َيأكْلُ ْمِنَ اْلمَأدُبَة وَلمَ يَرْضَى عَنْهُ السَّيِّدُ فَاللهُ السَّيِّدُ وَالدَّارُ اَلاِْ سْلاَمُ وَ الْمَأدُبَةُ اَلْجَنَّةُ وَالدَّاعِي مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَ سَلَّمَ

"Dari abu Qolabah, dari Nabi Saw, berkata;” Dikatakan kepadaku “hendaklah matamu tidur, hatimu berfikir, telingamu mendengar. Maka lalu mataku tidur hatiku berfikir dan telingaku mendengar. Kemudian di katakan;”Ada seorang majikan membangun seb-uah rumah kemudian membuat hidangan lalu mengutus pemberi undangan. Maka siapa yang memenuhi undangan, ia masuk kerumah dan memakan dari hidangan itu dan majikan itu ridha kepa-danya. Dan siapa yang tidak memenuhi unda-ngan, dia tidak masuk rumah, tidak makan hidangan dan majikan itu tidak ridha kepa-danya. Majikan itu adalah Allah. Rumah itu agama islam .Hidangan itu surga dan yang Me- ngundang itu Muhammah Saw”.

Dalam dua ayat ini, dan beberapa penjelsan sunnah dan atsar dalam tafsir diatas, seakan akan Allah Swt, ingin memberitahukan kepada Nabi Nya, dan juga kepada para pengikut beliau, bahwa usaha yang paling tinggi nilainya di hadapan Allah Swt, adalah usaha dakwah. Yaitu usaha mengajak manusia kepada Allah Swt, agar mendapatkan pengampunan dan surga-Nya. Hal ini dapat kita pahami dari keterlibatan Allah langsung dalam dakwah. Sebagaimana yang di tunjukkan oleh dua ayat di atas.

Kalau Allah Swt, memerintahkan suatu amalan, Allah sebagai Tuhan yang memberi perintah, tidak perlu mengerjakan perintah itu untuk dirinya. Allah Swt, memerintahkan sholat kepada hamba-Nya, Allah tidak perlu mengerjakan sholat. Allah Swt, memerin-tahkan berpuasa kepada hamba-Nya, Allah sendiri tidak berpuasa, dan begitu juga dengan perintah perintah yang lain. Karena Dia adalah Allah Sang Maha Raja yang menguasai kerajaan langit dan bumi, kerajaan dunia dan akhirat. Kepadanyalah bersujud segala sesuatu. Dialah satu satu-nya yang berhak di ibadahi dan tidak berhak beribadah. Karena tidak ada Tuhan lain selain diri-Nya.

Namun ketika Allah Swt, memerin-tahkan usaha dakwah kepada Para Nabi-Nya, kemudian yang terahir kepada Nabi Muhammad Saw, dan para pengikutnya, Allah Swt juga memberikan informasi di dalam kitab-Nya, sebagaimana yang termu-at dalam dua ayat di atas, bahwa Allah juga melakukan dakwah, yaitu mengajak ma-nusia supaya mau menuju pengampunan-Nya dan menjadi penghuni surga-Nya. De-ngan jalan menurunkan syari`at-Nya dan memberikan perintah serta larangan-Nya.

Dari sini kita dapat mengetahui, betapa pentingnya perintah dan usaha dakwah ini. Dari sini pula kita dapat memahami, kenapa Allah Swt, meminta pengorbanan Para Nabi-Nya dalam menjalankan usaha yang besar ini. Kalau untuk usaha men-dapatkan dunia, yang nilainya di hadapan Allah tidak lebih dari sebelah sayap nya-muk saja, manusia perlu berkorban, lalu bagaimana dengan usaha untuk membawa manusia kedalam pengampunan Allah dan surga-Nya, yang Allah sendiri juga sebagai pelakunya.

Siapapun yang ikut mengambil bagian dalam usaha yang besar ini, ia akan di minta pengorbanan yang serupa dengan pengorbanan para Ambiya` As. Atau minimal berusaha me-neladaninya sebatas kemampuannya, sebagai manusia biasa. Namun Allah Swt bukan berarti ingin menyusahkan mereka para da`i-Nya, tapi Allah Swt, ingin mengetahui, siapa yang benar benar bersungguh sungguh dalam menjalankan usaha ini, dan siapa yang hanya bermain main. Karena ini juga pekerjaan Allah. Bukan peker-jaan main main.

Para Ambiya` As. telah lulus dan berhasil dalam menjalankan usaha ini. Usaha mereka telah di terima oleh Allah Swt, sebagaimana yang banyak di ceritakan dalam Al Qur`an. Terutama mereka Para Ulul `Azmi. Dan sebagai gantinya, janji janji Allah bagi orang yang telah menyempurnakan usaha ini, telah datang kepada kehidupan mereka. Berupa penjagaan dan pertolongan Allah kepada mereka, dan lebih dari itu, mereka telah di pilih oleh Allah sebagai para kekasih Allah yang mendapat keridhoan Allah di dunia dan di akhirat

Begitu pula, janji janji Allah itu telah da-tang pada kehidupan para shahabat, setelah mereka menyempurnakan pengorbanan mere-ka di dalam usaha yang besar ini, baik ketika Rasulullah masih hidup maupun setelah Rasulullah saw, wafat. Agama inipun tersebar hampir di seluruh dunia di tangan mereka. Banyak pertolongan Allah telah datang kepada mereka. Dan bukti terbesar dari di terimanya pengorbanan mereka adalah pernyataan Allah sendiri dalam Al Qur`an ;

رَضِيَ الله عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ
“Allah Telah ridho kepada mereka, dan mereka telah ridho kepada Allah “.

Saat ini, usaha ini telah berada di pundak kita, adakah kita mampu menjadi barisan di belakang para shahabat dari golongan Muhajirin dan Anshor, sebagai pengikut dan penerus perjuangan mereka, sehingga janji janji Allah yang telah di berikan kepada mereka, juga datang kepada kita. Sebagaimana yang di firmankan Allah Swt, dalam Al Qur`an, surah At Taubah, ayat 100 :

وَالسَّبِقُوْنَ الاَوَّلُوْنَ مِنَ المُهَاجِرِيْنَ وَالاَنصَارِ وَالَّذِيْنَ اتبَعُوْهُمْ باحسَانٍ رَضِيّ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ وَاَعَدَّ لَهُمْ جَنّة ٍتَجْرِيْ تَحْتهَا الْلاَنهَارُ خَالِدِيْنَ فِيْهَا أَبَدًا ذَالِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمِ
“Orang orang yang terdahulu lagi yang per-tama ( masuk islam ) diantara orang orang muhajirin dan anshor dan orang orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dan merekapun ridho kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga surga yang mengalir sungai sungai di dalam-nya, mereka kekal di dalamnya selama lama-nya. Itulah kemenanagan yang besar”.


SELURUH KALAMULLAH DALAM Al QUR’AN
ADALAH KALIMAT
DAKWAH


Setelah kita mengetahui dari dua ayat di atas, bahwa Allah Swt, adalah “Da`i” yang mengajak manusia kepada pengampunan dan surga-Nya. Kali ini, melalui beberapa ayat Al Qur`an, Allah Swt memberikan informasi kepada kita, bahwa, seluruh firman firman Allah dalam Al Qur`an adalah berisi dakwah. Ayat ayat yang menjelaskan tentang hal ini antara lain ; Dalam surat Ibrohim, ayat 52 Allah berfirman :

هذا بَلاغٌ للنَّاسِ وَلِيُنذِرُوْا بِهِ وَلِيَعْلَمُوا اَنَّمَاهُوَ اِلهٌ وَاحِدٌ وَلِيَذَّكَرَ اُولُوْ الالبَابِ
"( AlQur`an ) ini adalah balahg ( penjelasan yang sempurna ) bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengannya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang orang yang berakal mengambil pelajaran”.

Dalam surat Thoha, ayat 1 - 3 Allah berfirman :

طه. مَا اَنزَلنَا عَلَيْكَ القُرْاَنَ لِتَشْقَى اِلاَّ تَذكِرَةً لِمَنْ يَخشَى
“Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al Qur `an ini kepadamu agar kamu menjadi susah. Tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut ( kepada Allah ) .

Dalam surat Al Furqon, ayat 1 Allah Swt berfirman :

تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الفُرْقَانَ عَلَى عََبْدِهِ لِيَكُوْن َ لِلعَلَمِيْنَ نَذِيْرًا
“ Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al Furqon (Al Qur`an( kepada hamba-Nya agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam” .

Dalam surat Al Mudatstsir, ayat 54 – 55 Allah berfirman :

كَلاَّ اِنَّهُ تَذكِرَة فَمَنْ شَاءَ ذَكَرَة
“Sekali-kali tidak demikian halnya. Sesungguh-nya Al Qur`an itu adalah peringatan. Maka barangsiapa menghendaki, niscaya dia mengam-bil peringatan dari padanya ( Al Qur`an )” .

Dalam surat Al Haaqqah, ayat 48 Allah berfirman :

وَاِنَّهُ لَتَذكِرَةٌ لِلمُتَّقِيْن
"Dan sesungguhnya Al Qur`an itu benar be-nar satu peringatan ( pelajaran ) bagi orang orang yang bertakwa”.

Dari ayat ayat di atas jelaslah kepada kita, bahwa Allah Swt sendiri yang menjelaskan, bahwa seluruh firman Allah dalam Al Qur`an adalah kalam dakwah, yang berisi peringatan dan pelajaran, yang harus di sampaikan kepada manusia di dalam mendakwahi mereka. Na-mun orang yang paling banyak mengambil pelajaran dan peringatan dari kalamullah dalam Al Qur`an menurut ayat ayat diatas adalah : pertama ; orang yang berakal, kedua; orang yang takut kepada Allah, dan yang ke tiga; orang yang bertakwa.


MUHAMMAD SAW, SEBAGAI PENERIMA Al QUR’AN
ADALAH DA’I


Selanjutnya, Allah Swt, memberitahukan kepada kita, bahwa Muhammad Saw, yang kepadanya Al Qur`an di turunkan, adalah seo-rang da`i dan muballigh. Ada beberapa ayat yang menjelaskan tentang hal ini dalam Al Qur`an, yang di muat dalam kata yang berbe-da, walaupun sama di dalam maksudnya.

Ayat ayat tersebut antara lain menggu-nakan kata yang kata dasarnya “ Dakwah “ yang artinya seruan . Hal ini seperti dalam surat Al Ahzab, ayat 45 – 46, Allah berfirman :

وَدَاعِيًا اِلَى الله بِاِذنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا
“Danuntuk menjadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya, dan untuk menjadi cahaya yang menerangi”.

Di dalam surat Yusuf, ayat 108, Allah Swt, berfirman

قُلْ هذِهِ سَبِيْلِي اَدْعُوْا اِلَى اللهِ عَلَى بَصِيْرَة ٍ اَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي
“Katakanlah :“Inilah jalanku, aku dan orang orang yang mengikutiku mengajak kepada Allah dengan hujjah yang nyata “.

Di dalam surat An Nahl, ayat 125 Allah Swt, berfirman :

اُدْعُ اِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنْ
"Ajaklah ( manusia ) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik" .

Di dalam surat Al Hajj, ayat 67, Allah Swt, berfirman :

وَادْعُ اِلَى رَبِّكَ اِنَّكَ لَعَلَى هُدًى مُسْتَقِيْمٍ

"Dan serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesung-guhnya kamu berada pada jalan yang lurus" .


Di dalam surat Asy Syuura, ayat 15, Allah Swt, berfirman :

فَلِذَالِكَ فَدعُ وَاسْتَقِمْ كَمَا اُمِرْتَ وَلاَ تَتبِعْ اَهْوَاءَهُمْ
"Maka karena itu, serulah ( mereka kepada agama itu ) dan beristiqomahlah (dalam agama dan lanjutkanlah berdakwah ) sebagaimana di perintahkan kepadamu dan janganlah mengi-kuti hawa nafsu".

Sedangkan ayat ayat yang menggunakan suatu kata dengan akar kata “ Tabligh “yang artinya “menyampaikan “, antara lain; dalam surat Al Maa`idah, ayat 67, Allah Swt, ber-firman :

يَاَيُّهَا الرَّسُوْلُ بَلِّغ مَااُنزِلَ اِلَيكَ مِنْ رَبِّكَ وَ اِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغتَ رِسَالَتَهُ
“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturun-kan kepadamu dari Tuhanmu .Dan jika kamu tidak kerjakan ( apa yang di perintah-kan itu ), berarti kamu tidak menyampaikan risalah-Nya .

Didalam surat Ali Imron, ayat 20, Allah Swt, berfirman :

فَاِنْ اَسْلَمُوْا فَقَدِ اهْتَدَوْا وَاِنْ تَوَلَّوْا فَاِنمَا عَلَيْكَ البَلاَغ ُ
“Jika mereka masuk islam, sesungguhnya mere-ka telah mendapatkan petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan”.

Di dalam surat Al Maa`idah, ayat 99, Allah Swt, berfirman :

وَمَا عَلَى الرَّسُوْلِ اِلاَّ البَلاَغ ُوَاللهُ يَعْلَمُ مَا تُبْذُوْنَ وَمَا تَكْتمُوْنَ
"Kewajiban Rasul tidak lain hanyalah me-nyampaikan dan Allah mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembu-nyikan" .

Beberapa ayat di atas, merupakan penjela-san tentang tugas dan usaha Rasulullah, Di mana Allah Swt, mengungkapkannya dengan suatu kata dari akar kata “ Dakwah “ dan “ Tabligh “. Dari sinilah kemudian muncul di kalangan para pekerja dakwah suatu istilah da-lam menyebutkan tugas dan kerja Rasulullah ini, sebagai “ Usaha Dakwah dan Tabligh “ yang selanjutnya usaha ini di estafetkan kepada ummatnya sampai hari kiamat. Dari sini pula-lah mungkin, banyak orang yang menyebut para pekerja Dakwah ini, sebagai “ Jamaah Dakwah “, atau yang lebih mereka kenal sebagai “ Jamaah Tablihg “.Sebab mereka telah menjadikan maksud hidupnya sebagai penerus usaha Dakwah dan tabligh Rasulullah ini untuk seluruh alam.

Sungguh, ini suatu penamaan yang sangat terpuji, karena nama ini erat hubungannya dengan : Allah, Rasul-Nya dan Al Qur`an. Sebagaimana yang telah kita jelaskan dalam pembahasan di atas.

Selain Ayat ayat di atas, Allah Swt, juga terkadang menyebutkannya dengan suatu kata dari akar kata “ Tabsyir “ “Pembawa kabar gembira” Indzar “ Pemberian peringatan” Hal ini antara lain ada dalam surat Al Ahzab, ayat 45 – 46, Allah Swt, ber firman :

يَاَيُّهَا النَّبِيُّ اِنَّا اَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبّشّرًا وَنَذِيْرًا
“Hai Nabi ,sesungguhnya kami mengutusmu untuk menjadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan” .

Di dalam surat Al A`rof, ayat 188, Allah Swt berfirman;

اِنْ اَنَا اِلاَّ نَذِيْرٌ وَبَشِيْرٌ لِقَوْمٍ يُوْقِنُوْنَ

“Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang orang yang beriman”.

Di dalam surat Al An`am, ayat 92 , Allah Swt berfirman :

هَذَا كِتَابٌ اَنزَلنَاهُ مُبرَكٌ مُصَدِّقٌ الَّذِيْ بَيْنَ يَدَيْهِ لِتُنْذِرَ اُمَّ القُرَ وَمَنْ حَوْلَهَا
"Dan ini ( Al Qur`an ) adalah kitab yang telah kami turunkan yang di berkahi membenarkan kitab kitab yang sebelumnya, dan agar kamu memberi peringatan kepada penduduk Ummul Quro ( Mekkah ) dan orang orang yang di luar lingkungannya".

Di dalam Surat Asy Syuura, ayat 7 , Allah Swt, berfirman :

وَكَذَالِكَ اَوْحَيْنَا اِلَيْكَ قُرْاَناً عَرَبِيًّا لِتنذِرَ اُمَّ الْقُرَى وَمَنْ حَوْلَهَا
"Demikianlah kami wahyukan kepadamu Al Qur’an` dalam bahasa arab supaya kamu mem-beri peringatan kepada Ummul Quro ( pendu-duk Mekkah ) dan penduduk negeri negeri sekelilingnya".

Dalam 2 ayat terahir diatas, di dalam program kerja Jamaah dakwah dan atabligh ini, di realisasikan dalam bentuk “ Jaulah satu dan Jaulah Dua “ Jaulah satu di lingkungan masjid-nya sendiri. Jaulah dua di lingkungan masjid masjid tetangga. Bahkan 2 ayat ini, lebih luas lagi di rialisasikan dalam kerja “ Maqomi dan kerja Intiqoli “. Kerja Maqomi, yaitu kerja menghidupkan 5 amalan masjid Nabawiy di muhallanya sendiri. Kerja intiqoli, yaitu meng-hidupkan 5 amalan masjid nabawiy di tempat terdekat di daerahnya sendiri dan di setiap negeri di seluruh alam.



Dakwah dan tabligh dalam Sunnah

Pada peristiwa haji wada`, saat di Arafah beliau berkhutbah di hadapan manusia yang sangat banyak. Di akhir khutbahnya dari atas tunggangannya beliau bersabda :

فَلْيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَرُبَّ مُبَلِّغٍ أَوْعَى مِنْ سَامِعٍ
“Hendaknya yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir. Sebab banyak yang menyam-paikan lebih sadar daripada yang hanya mende-ngar”.

Beliau juga bersabda :

وَ أَ نتم تُسْئلوْنَ عَنَِيْ فَمَا أَنتم قَائِلُوْنَ ؟
"Ketika kalian ditanya tentang aku ,apa yang kalian katakan ?"

Mereka menjawab, “Kami bersaksi bahwa Engkau telah menyampaikan, telah melaksa-nakan dan telah menasehati”. Lalu Beliau berkata sambil memberi isyarat dengan jari telunjuknya yang di acungkan kelangit lalu diturunkan kembali mengarah kepada mereka;

أَللهُمَّ الشْهَدْ أَللَّهُمَّ الشْهَدْ أَللَّهُمَّ الشْهَدْْ
"Ya Allah saksikanlah, ya Allah saksikanlah, ya Allah saksikanlah".

Demikian yang beliau ucapkan. ( HR. Bukhori, Muslim )

Dalam hadits lain beliau bersabda :

مَنْ دَعَا اِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ اْلاَجْرِ مِثلَ أُجُوْر مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَالِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْأً
“Barangsiapa mengajak kepada petunjuk, maka baginya pahala seperti pahala orang orang yang mengikuti (ajakan)nya, tidak di kurangi sedikit-pun dari pahala pahala mereka”. (HR.Muslim )

Dua hadits ini, merupakan penjelasan tentang usaha Rasulullah Saw yang telah beliau sempurnakan tugasnya, kemudian menyuruh yang hadir kala itu untuk menyampaikannya kepada yang tidak hadir. Sehingga dari sejak itulah usaha Rasulullah ini telah mulai di estafetkan kepada pengikutnya, sampai hari kiamat.

Usaha Rasulullah Saw.

Di samping itu, masih ada lagi beberapa ayat yang menjelaskan tentang tugas dan usa-ha Rasulullah, secara menyeluruh, yang di kalangan Jamaah dakwah dan tabligh ini, di kenal dengan istilah; Usaha Rasulullah Saw, atau Usaha agama. Usaha inilah yang di jadikan program pertama dan utama di dalam jamaah ini, untuk menghidupkan kembali ruh agama di hati ummat di seluruh alam, yang di dalam usul usul dakwahnya termasuk 4 amalan yang harus di perbanyak.

Sebagaimana Rasulullah Saw, dengan pro-gram Usaha ini, - yang di tugaskan langsung oleh Allah kepada beliau,- dapat menghidup-kan hati dan ruh agama para shahabat yang sebelumnya telah mati. Sehingga mereka yang dahulunya dikenal sebagai manusia dan bangsa yang paling biadab di muka bumi, tapi dengan usaha ini, mereka kemudian di kenal sebagai manusia dan bangsa yang paling beradab di muka bumi dari semenjak bumi ini di gelar.

Ayat ayat yang menjelaskan tentang usaha Rasulullah Saw, ini, ada 4 tempat di dalam Al Qur`an. Yang pertama dalam surat Al Baqoroh, ayat 129, yang menjelaskan tentang Do`a Nabi Ibrohim kepada Allah Swt, agar mengirim seorang utusan dari anak keturunannya. Allah Swt, berfirman :

رَبَّنَا واَبعَثْ فِيهِمْ رَ سُوْلاً مِنْهُمْ يَتلُ عَلَيهِمْ أيتك وَيُعَلِّهِمُ الْكِتابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّهِمْ اِنَّكَ اَنتَ العَزِيْزُ الْحَكِيم
“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka yang akan membacakan kepada mereka ayat ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab ( Al qur’an ) dan hikmah serta mensucikan mereka Sesungguhnya engkaulah Yang Maha Perkasa lagi maha bijaksana”.


Yang kedua dalam surat Al Baqoroh, ayat 151, Allah Swt, berfirman :

كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُوْ لاً مِنْكُمْ يَتلُ عَلَيكُمْ أيتنَا وَيُزَكِّيْكُمْ وَ يُعَلِّكُمُ الْكِتابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلَِمُكُمْ
مَا لَمْ تَكُو ْنو تَعلَمُوْنَ
“Sebagaimana Kami telah mengutus kepada Ra-sul diantara kamu yang membacakan ayat ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan hikmah ( sunnah ), serta mengajar kan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”.

Yang ketiga, dalam surat Ali Imron, ayat 164, Allah Swt, berfirman :

لَقَدْ مَنَّ اللهُ عَلىَ مُؤْمِنِيْنَ اِذ بَعَثَ فيهِمْ رَسُوْ لاً مِنْ أَنفُسِهِمْ يَتلُ عَلَيهِمْ أ يتهِِ وَ َيُزَكِّيهِمِْ وَيعلِّهُمُ الْكِتابَ وَالْحِكْمَةَ وَ اِنْ كَانُوْا مِنْ قَبلُ لَفِيْ ضَلاَ لٍ مُبِيْنٌ

“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang orang yang beriman ketika Allah mengu-tus diantara mereka seorang Rasul dari gololo-ngan mereka sendiri yang membacakan kepada mereka ayat ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, yang mengajarkan kepada mereka Al Qur`an dan Al Hikmah Dan sesungguhnya sebelum ( kedatangan Nabi ) itu, mereka benar benar dalam kesesatan yangnyata”.

Yang keempat, dalam surat Al Jumu`ah, ayat 2 , Allah Swt berfirman :

هُوَ الَّذِيْ بَعَثَ فِيْ الْلاُمِّيَّيْنَ رَسُوْ لاً مِنْهُمْ يَتلُ عَلَيهِمْ أ يتهِ وَ يُزَكِّيهِمْ وَيُعَلّمُهمُ الْكِتابَ وَالْحِكْمَةَ وَ اِنْ كَانُو مِنْ قَبلُ لَفِيْ ضَلاَ ل ٍمُبِيْنٌ

“Dialah yang mengutus kepada kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mere-ka yang membacakan ayat ayat-Nya kepada mreka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah ( Sunnah ). “Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar benar dalam kesesatan yang nyata”.

Empat ayat di atas menjelaskan tentang tujuan Rasulullah Saw, di utus kepada manu-sia di muka bumi ini. Dengan tiga tugas utama Yaitu; Pertama ; Membacakan ayat ayat Allah kepada mereka. Kedua; Mengajarkan Al Qur`an dan Sunnah kepada mereka. Ketiga; Mensucikan mereka.


Di dalam Tafsir Al kabir , Jilid II, halaman 357 dalam menafsiri surat Al Baqoroh, Ayat 129, Syekh Fakhruddin Ar Rozi menjelaskan, bahwa, pengertian” membacakan ayat ayat Allah kepada mereka “ ini ada dua, Pertama; membacakan ayat ayat Al Qur`an kepada me-reka. Pengertian yang Kedua; “Mendakwah-kan tanda tanda kebesaran Allah kepada mere-ka”. Beliau berkata:

أَلثانِيْ يَجُوزُ أَنْ تَكوُنَ الْايَاتُ هِيَ الاَعْلاَم الدَّالَةُ عَلَى وُجُودِ الصَّانِعِ وَصِفَاتِهِ سُبْحَانهَ ُ وَ تَعلَى , وَمَعْنَى تِلاَوِتهِ اِ يَّاهَا عَلَيْهِمْ : أَ نَّه ُكاَنَ يُذَ كِّر ُهُمْ بِهَا وَ يَدْعُوْهُمْ اِلَيهْاَ وَيَحْمِلُهُمْ عَلَى اْلاِيمْاَنِ بِهاَ

“Arti yang kedua, yang dimaksud kata “Ayat “ bisa juga berarti; tanda tanda yang memberi petunjuk kepada adanya Allah Sang Maha Pencipta dan sifat sifa -Nya, Yang Maha Suci dan Maha Tinggi. Adapun maksud arti Rasu-lullah membacakan ayat ayat Allah kepada mereka ialah; bahwasanya Rasulullah mem-beri peringatan kepada mereka dengan ayat ayat itu dan mendakwahkan tanda tanda kebesaran Allah kepada mereka serta membawa mereka untuk mengimani-Nya”.

Usaha Rasulullah yang Pertama menurut tafsiran ini ialah “ Dakwah ilallah ”.

Selanjutnya di dalam menafsiri firman Allah “ Dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Hikmah “ beliau berkata :

َوُيعَلّمُهُمْ مَعَانِيَ اْلكِتاَبِ وَحَقاَئِقِهِ ...... ( وَالْحِكْمة َ) قاَلَ الشَّافِعِيُّ : اَلحِْكْمَةُ سنَّةُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ قَوْلُ قَتاَدَة َ
”Dan mengajarkan kepada mereka makna Al Qur`an dan hakikat kandungannya....”.( dan hikmah ) Imam Syafi`iy berkata : “ Al Hikmah adalah Sunnah Rasulullahi Saw, dan pendapat ini dari Qotadah”.

Usaha Rasulullah yang Kedua ini, bisa di ringkas menjadi “ Taklim wa ta `allum “.

Kemudian di dalam menafsirkan firman Allah : “ Dan mensucikan mereka “ beliau berkata :

التزْكِيَّةُ هِيَ الطَّاعَةُ ِِللهِ وَ اْلاِخْلاَ صُ . عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
“Tazkiyah ialah ketaatan kepada Allah dan ikhlas. Ini penafsiran Ibnu Abbas”.
Usaha Rasulullah yang Ketiga ini, bisa di ringkas menjadi “ Usaha Ibadah dan dzikir “. Sebab seluruh bentuk ketaatan kepada Allah, namanya ibadah, sedangkan ibadah dengan ikhlas termasuk dzikir “.

Kemudian untuk melaksanakan 3 usaha ini, Rasulullah dan Para shahabat saling bahu membahu, saling melayani dengan penuh kasih sayang, di dalam menyiapkan apa saja yang di perlukan untuk sempurnanya pelaksanaan 3 Usaha Rasulullah Saw ini. Misalnya shahabat Arqom bin Abil Arqom menyerahkan rumah-nya untuk menjadi tempat taklim Rasulullah pada masa awal awal islam, tentu saja juga termasuk keperluan makan dan minum dan yang lainnya.

Khodijah lebih banyak lagi dalam ber-khidmad kepada Rasulullah dalam rangka usaha ini, bahkan sejak Rasulullah menyepi di gua Hira` dialah istri tercinta yang dengan setia mengantarkan perbekalan makanan dan minuman beliau dengan penuh kesetiaan. Dan sejarah mencatat, bagaimana Khodijah yang kaya raya itu kemudian hartanya habis dalam berhidmad kepada Rasulullah dalam kegiatan usahanya.

Begitu pula Abu bakar yang termasuk kelompok orang kaya pada saat itu, ia tidak menyisakan apa apa di rumahnya. Hartanya di habiskan di dalam berkhidmad kepada usaha Rasulullah ini, bahkan dirinya telah habis di waqafkan untuk usaha yang mulia ini. Dan tidak terkecuali para shahabat yang lain.

Inilah usaha Khidmad ( melayani ) yang menjadi pelengkap dan penggerak 3 usaha Rasullah tersebut di atas. Dan ini juga meru-pakan tazkiyah yang dapat melembutkan hati mereka, menghilangkan sifat sifat sombong dan melahirkan sifat sifat utama, seperti sifat tawadu` dan Istar. Bahkan Allah Swt di dalam surat Al Hsyr ayat 9 dalam memuji sifat Istar mereka, berfirman :

وَيُؤْثِرُوْنَ عَلَى أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةْ

“Mereka mendahulukan orang lain atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka meme-lukan (apa yang mereka perlukan itu)”.

Dari beberapa alasan diatas, Ulama` Akhli dakwah dan tabligh ini kemudian memasukkan usaha khidmad ini sebagai usaha Rasulullah yang ke 4 dalam pelaksanaan usaha dakwah. Walaupun sebenarnya, usaha khidmad ini, termasuk bagian dari usaha Rasulullah yang ketiga, yaitu tazkiyah. Hal itu, karena usaha khidmad ini merupakan usaha yang menyer-tai Ke 3 Usaha rasulullah tersebut, dan menjadi pe-nggerak utamanya. Dari sinilah kemudian usaha Rasulullah ini, di kenal di kalangan pekerja dakwah dan tablihg ini, dengan 4 usaha rasulullah Saw, yaitu;

1). Dakwah ilallah
2). Ta`lim wa ta`allum
3). Ibadah dan dzikir
4). Khidmad


Takrir, Targhib dan Tarhib

Selain daripada itu, masih dalam rangka menafsirkan Usaha yang Ke 3, yaitu Tazkiyah, sebelum mengemukakan penafsiran Ibnu Ab-bas tersebut di atas, Syekh Fakhruddin Ar Rozi mengungkapkan penafsirannya sendiri, Beliau berkata :

فَاِذَنْ هذِهِ التزْكِيَّةُ لَهاَ تَفْسِرَانِ : اَلاوَّلُ مَايَفْعَلُهُ سِوَى التِلاَوَة ِوَتعَلِيْمِ الْكِتاَبِ وَالْحِكْمَةِ حَتىَّ تَكُوْنَ ذَالِكَ كَالسَّبَابِ لِطَهَارَتِهِمْ , وَتلِكَ اْلاُمُوْرِ مَاكَانَ يَفْعَلُهُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ مِنَ اْلوَعْدِ وَاْلايعْاَدِ وَالْوَعْظِ وَالتذْكِيْر ِوَتَكْرِيْرِذَالِكَ عَلَيْهِمْ وَمِنَ التثبثِ بأُمُوْرِ الدُّنياَ اِلَى أَنْ يُؤْمنُوْ ا وُيَصْلَحُوْا . فَقَدْ كَانَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ يَفْعَلُ بهذَا الْجِنْسِ أَشْيَاءً كَثِيرةً لِيُقَوِّيْ بهَا دَوَاعِيْهِمْ اِلىَ اْلِايمانِ وَاْلعَمَلِ الصَّالِحِ . وَلِذَالِكَ مَدَّحَهُ تَعلَى بأَنهَّ عَلَى خُلُقٍ عَظِيْمٍ.

“Dengan demikian, Tazkiyah di sini memiliki dua penafsiran; Yang pertama, yaitu apa yang di usahakan Rasulullah selain tilawah, ta`lim Qur`an dan sunnah. Dimana hal itulah yang menyebabkan kesucian mereka, yaitu ; apa yang sering di lakukan oleh Rasulullah, seperti; menerangkan janji janji dan ancaman, mem-beri nasihat dan peringatan serta mentakrir-kan ( mengulang ulangi ) perkara itu kepada mereka dan mengecilkan perkara dunia sehing-ga mereka menjadi orang orang yang “beriman dan beramal sholeh “. Sungguh, Rasulullah Saw, paling banyak melakukan hal ini, dalam rangka menguatkan " iman dan amal sholeh mereka” “.Sebab itulah, Allah Swt, memuji beliau sebagai seorang yang memilki akhlak yang agung”.

وَالثانِي { يُزَكيِّهِْم ْ} يُشْهِدُ لَهَُمْ بأَنهَّمُ أَزْكِيَاءُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ...وَالْاَوَّلُ أَجْوَدُ لِاَنهَّ ُاَدْخَلَ فِيْ مَشَا كِلةِ مُرَادِهِ بِالدُّعَاءِ لِاَنَّ مُرَادَهُ بِالدُّعَاءِ أَنْ يَتَكَامَلَ لِهَذِهِ الذُّرِّيَّة ِ الْفَوْزُ بِاْلجَنَّةِ , وَ ذَالِكَ لَايَتِمُّ اِلَّا بِتعْلِيْمِ اْلكِتابِ وَاْلحِكْمَةِ ثم بِالترغِيْبِ الشَّدِيْدِ فِيْ اْلعَمَلِ وَ الترهِيْبِ عَنِ اْلِاخْلَالِ بِالْعَمَلِ, وَ هَذِهِ التزْكِيَّةُ
“Penafsiran yang Kedua, dari ( mensucikan mereka) ialah Rasulullah kelak pada Hari kiamat, menjadi syaksi, bahwa mereka orang orang suci. Namun penafsiran yang pertama lebih baik, karena lebih masuk kepada lingkup tujuan do`a Ibrahim As, karena tujuan do`a beliau agar anak keturunannya mendapatkan keberuntungan yang sempurna kelak di surga. Hal yang demikian tidak akan tercapai, kecuali dengan pengajaran Kitab dan Sunnah, kemu-dian dengan “ targhib yang kuat ( selalu di-beri dorongan semangat ) kepada amalan dan tarhib ( selalu diberi perasaan takut ) bila me-ninggalkan amalan. Inilah “ Tazkiyah ”.


Dari tafsir ini kita mengetahui, bahwa Ra-sulullah Saw, di dalam usaha mentazkiyah para hahabatnya, beliau banyak mentakrir-kan ( mengulang ngulang ) pemberian nasihat dan peringatan, tentang kebesaran Allah dan kecilnya dunia, begitu pula tentang janji dan ancaman Allah kepada mereka, sehingga “iman “ mereka semakin kuat, dan “ amal sholeh “ mereka terus meningkat.

Begitu pula, menurut tafsir ini, untuk mentazkiyah mereka, Rasulullah Saw, banyak melakukan targhib dan tarhib kepada mereka, yaitu selalu memberikan dorongan semangat untuk melakukan amal sholeh dan memberikan perasaan takut di dalam meni-nggalkan amal, kepada mereka. Dan sebab usaha inilah Rasulullah di puji oleh Allah sebagai seorang yang memiliki akhlak yang sangat agung.

Inilah cara Rasulullah saw, di dalam men-tazkiyah para shahabat. Dan ini pula agaknya, Ulama` ahli dakwah dan tablihg ini, telah meletakkan program takrir ini, di dalam kegi-atan dakwah dan tablihg. Begitupula targhib dan Tarhib yang sering di lakukan oleh Ra-sulullah Saw, juga menjadi amalan harian para pekerja dakwah ini. Dengan demikian iman mereka diharapkan selalu menjadi kuat, sebagaimana iman para shahabat, dan amalan mereka di harapkan selalu meningkat sebagaimana amalan para sahabat.


5 Amalan Masjid Nabawiy

Ketika Rasulullah dan para shahabat te-lah berhijrah kemadinah, pusat kegiatan 4 usaha Rasulullah di atas, bertempat di Masjid Nabawiy. Di mesjid inilah Rasu-lullah Saw, melakukan musyawarah de-ngan para shahabat, membacakan ayat ayat Allah, menjelaskan tanda tanda kebesaran Allah, dan sifat sifat-Nya yang agung, men-jelaskan janji janji dan ancaman Allah di akhirat dan sering mentakrirkan ( mengu-lang ngulang ) perkara ini kepada mereka, memberikan targhib dan tarhib kepada mereka, dan mengajarkan kandungan Al Qur`an dan sunnah kepada mereka.

Dari Masjid ini pula rombongan rombo-ngan dakwah, dan pasukan perang di kelu-arkan. Di mesjid ini pula Rasulullah menerima rombongan tamu yang datang silih berganti, baik mereka yang akan keluar mengikuti rombongan dakwah dan pasukan perang, atau mereka yang baru pulang dari tugas dakwah atau perang. Atau untuk keperluan yang lain yang banyak di sebutkan di dalam hadis. Dalam kondisi seperti ini, Mesjid Nabawiy tidak sepi dari kegiatan khidmad, untuk me-layani mereka yang datang dan pergi. Bah-kan terkadang Rasulullah saw, menawarkan kepada para shahabatnya, siapa yang berse-dia menjamu tamu Rasulullah yang datang, di saat Rasulullah tidak ada makanan dirumah beliau. Begitulah keadaan Masjid Nabawiy, tidak sepi dari 4 amalan Rasulullah di atas.

Dari penjelasan sejarah diatas, Ulama` Ahli dakwah dan tablihg menginginginkan, bagai-mana amalan Masjid Nabawiy tersebut, hidup kembali pada setiap masjid di seluruh alam, sesuai dengan keadaan dan kemampuan um-mat di akhir zaman.

Maka 4 usaha Rasulullah, yang di hidup-kan di Masjid Nabawiy tersebut, direalisasikan dalam 5 amalan, yang di kenal di kalangan para pekerja dakwah dan tabihg ini, sebagai “ 5 amalan masjid “ atau “ 5 amal maqomi “ atau 5 amalan ijtima`iy. 5 amalan masjid tersebut antara lain;

1 ). Musyawarah harian.
2 ). Ta`lim masjid dan ta`lim rumah.
3 ). 2 , 5 jam silaturrahmi harian.
4 ). Jaulah I dan Jaulah II
5 ). Keluar di jalan Allah 3 hari setiap
bulan

Rasulullah Bermusyawarah Dengan Para Shahabat

Di dalam Alqur`an, penjelasan Allah ten-tang pentingnya Musyawarah ini ada di dua tempat. Yang pertama, ada di surat Ali `Imron, ayat 159, di mana Allah Swt berfirman :

وَشَاوِرْهُمْ فِيْ اْلاَمْرِ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتوَكَّل عَلَى اللهِ اِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُتوَكِّلِينَ
“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepa-da Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang orang yang bertawakkal kepada Nya”..

Kemudian yang kedua, ada di surat Asy Syura, ayat 38, dimana Allah Swt ber-firman;

وَالَّذِيْنَ اسْتجَابُوْا لِربِّهِمْ وَ أَقَامُوْا الصَّلاَ ةَ وَ أَمْرُ هُمْ شُوْرَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُوْنَ

“Dan bagi orang orang yang menerima ( mematuhi ) seruan Tuhan-Nya dan men-dirikan sholat, sedang urusan mereka (di- putuskan) dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang kami berikan kepada mereka”.

Pada ayat yang pertama, Allah Swt, memerintahkan Rasulullah saw, supaya beliau bermusyawarah dengan para shahabatnya dalam segala urusan. Padahal wahyu Allah masih datang kepada beliau. Hal ini karena Allah Swt, ingin memberi tahukan kepada ummat Rasulullah, tentang ke utamaan dan pentingnya musyawarah. Diantara keutamaan musyawarah ialah, dapat menyatukan hati, dan dapat menarik ilham dari Allah untuk menyelesaikan urusan agama dan ummat.

Para shahabat merasa senang ketika pendapatnya di dengarkan oleh Rasulullah, mereka merasa di perlakukan istimewa oleh beliau, sehingga mereka lebih bersemangat lagi di dalam melakukan usaha Rasulullah, bersa-ma beliau. Imam Ibnu Jarir Ath Thabariy, di dalam kitab tafsirnya, jilid VII, halaman 344, berkata :

أَمَرَ اللهُ نَبِيَّهُ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَن يُشَاوِرَ أَصْحَابَهُ فيِ اْلاُمُوْرِ وَهِيَ يَأْتِيْهِ وَحْيٌ مِنَ السَّمَاءِ لِاَ نَّهُ أَطْيَبُ ِلاَ نْفُسِ الْقَوْمِ وَاِنَّ الْقَوْمَ اِذَا شَاوَرُوْا بَعْضَهُمْ بَعْضًا وَأَرَادُوْ بِذَالِكَ وَجْهَ اللهِ عَزِمَ لَهُمْ عَلَى أَنْ أَرْشَدَه

“Allah memerintahkan Nabi-Nya Saw, untuk bermusyawaroh dengan para shahabatnya dalam setiap urusan, padahal wahyu masih datang dari langit. Karena hal itu dapat menyenangkan hati mereka. Dan karena apabila ada satu kelompok manusia y-ng melakukan musyawarah satu sama lain, dengan hanya mengharapkan ridha Allah semata, maka Allah akan bersungguh sungguh dalam (mengilhamkan) petunjuk untuk urusan mereka”.

وَعَنِ الضَّحَّاقِ بنْ مُزَاحِمْ : قَوْلُه ُ ( وَشَاوِرْهُمْ فِيْ اْلاَ مْرِ ) قَالَ : مَا أَمَرَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ نَبِيَّهُ صَلَّىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ باِلمْشَاوَرَة ِ اِلاَّ لِمَا عُلِمَ مِنْهاَ مِنَ الْفَضْلِ.
“Dari Dhohhaq bin Muzahim, tentang firman Allah ) bermusyawarahlah deng an mereka dalam segala urusan), Ia berkata :”Tidaklah Allah `Azza wa jalla, memerintahkan kepada Nabi-Nya untuk bermusawarah kecuali karena Allah mengetahui adanya keutamaan di dalamnya”.

وَعَنِ الْحَسَنِ : مَا شَاوَرَ قَوْمٌ قَطُّ اِلَّا هُدُوا لِاَرْشَدِ أُمُوْرِهِمْ.

“Dari Hasan, dia berkata : “Tidaklah ber- musyawarah satu kelompok manusia, kecuali Allah pasti memberi petunjuk kepada paling lurusnya urusan mereka”.

و َقَالَ أَخَرُوْنَ : اِنمَّاَ أَمَرَهُ اللهُ ِبمُشَاوَرَتِهِ أَصْحَابَهُ ... لِيَتبِعُهُ اْلمُؤْمِنُوْنَ مِنْ بَعْدِهِ فِيْمَا حَزَبَهُمْ مِنْ أَمْرِ دِيْنِهِم ْ وَيسْتنوُّ ْا بِسُنَّتِه ِ فِيْ ذَالِكَ.....لِاَنَّ المْؤْمِنِيْنَ اِذاَ شَاوَرُواْ ِفيْ أُمُوْرِ دِيْنِهِمْ مُتبِعِيْنَ الْحَقَّ فِيْ ذَالِكَ لم ْيَخْلُهُمُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ لُطْفِهِ وَتَوْفِيْقِهِ لِلصَّوابِ مِنَ الرَّأيِ وَالْقَوْلِ فِيْهِ.

“Mufassir yang lain berkata : “Allah meme-rintahkan Nabi-Nya supaya bermusyawarah dengan para sahabatnya, adalah tidak lain supaya di ikuti oleh orang orang mukmin setelahnya didalam menghadapi urusan agama mereka. Dan agar mereka mengikuti sunnahnya dalam hal itu...... Karena apabila orang orang mukmin bermusyawarah dalam urusan agamanya, dengan niat mengikuti sunnah, maka Allah Swt, dengan kasih sayang-Nya, selalu memberi mereka pertolongan kepada kebenaran pendapat dan perkataan mereka dalam urusan yang di hadapinya ”.

Di dalam menafsiri ayat yang kedua diatas, Ibnu Kastir, dalam Kitab Tafsirnya, jilid 4 halaman 118 , berkata :

( وَأَمْرُهُمْ شُوْرَى بَيْنَهُمْ ) اَيْ لَايَبْرَمُوْن َ أَمْرًا حَتىَّ يُشَاوِرَ فِيْهِ لِيَتسَا عَدُوْا بِأَرَائِهِمْ فِيْ مِثلِ اْلحُرُوْبِ وَ مَا جَرَى مَجْرَاهَا......وَ هَكَذَا لمَاَّ حَضَرَتْ عُمَرُ بْنُ اْلخَطاَّبِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ الْوَفَاةَ حِيْنَ طُعِنَ,جُعِلَ اْلامرُ بَعْدَهُ شُوْرَى فِيْ سِتةِ نَفَرٍ وَهُمْ عُثماَنُ وَعَلِي وَطَلْحَةُ وَ الزُّبيرُ وَسَعَدُ وَعَبْدُ الَّرَحْمنِ بِنْ عَوْفٍ رَضِيَ اللهُ عَنهْمُ ْ فَاجْتمَع َرَأْيُ الصَّحَابَةِ كُلهُّمُ ْعَلَى تقْدِيمِ عُثمَانَ, عَلَيهِمْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ.

“(Dan urusan mereka di musyawarahkan diantara mereka ) maksudnya, mereka tidak memutuskan satu perkara sampai perkara itu di musyawarahkan diantara mereka, supaya mere-ka saling menyumbangkan pendapatnya dalam urusan seperti perang dan yang sebangsanya ......Dan begitu pula pada saat wafatnya Umar bin khotthob, sebab di tikam. Setelah itu ada 6 orang sahabat bermusyawarah. Mereka itu, Ustman, Ali, Tholhah, Zubair, Saad, Abdur-rohman bin Auf ra. Pendapat para shahabat tadi sepakat untuk mendahulukan Usman (sebagai kholifah pengganti Umar) dari pada sahabat yang lain ”.

Dari beberapa penjelasan di atas dapat kita memahami, betapa pentingnya melakukan musyawarah di dalam menyelesaikan urusan agama. Maka dalam rangka mengikuti sunnah Rasulullah, dan ingin selalu mendapat bimbi-ngan langsung dari Allah di dalam menerus-kan 4 usaha Rasulullah ini, Ulama` Ahli dakwah dan tabligh, meletakkan musyawarah harian, sebagai poros Utama dalam kerja maqomi.

Didalam musyawarah inilah, 4 usaha Rasulullah saw, di bahas, di program, untuk kemudian dengan sami`na dan atho`na di jalankan dengan bertawakkal penuh kepada Allah Swt. Sebagai pengamalan ayat ayat di atas.

Dengan cara yang telah di contohkan dizaman Rasulullah ini, di harapkan, per-tolongan Allah yang dahulu turun di te-ngah kehidupan Rasulullah dan para sha-habatnya, berupa kemuliaan islam dan kaum muslimin, kembali di turunkan oleh Allah, di zaman kita dan penerus kita nanti. Amin.


Penjelasan 5 ( lima ) amalan masjid

Di dalam 5 amalan masjid di atas, terda-pat program 2 setengah jam silaturrahmi harian. Program ini sebagai wujud pelak-sanaan usaha dakwah harian di lingkungan sekitar masjid, yang di lakukan secara khususi kerumah rumah, kekantor kantor, instansi instansi dan lain sebagainya. Para pekerja dakwah di minta memberikan waktunya minimal 2 setengah jam setiap hari untuk melaksanakan usaha ini.

Kemudian setiap seminggu sekali, para pekerja dakwah ini di minta meluangkan waktunya, melakukan jaulah I dan jaulah II sebagaimana yang telah di terangkan pada halaman sebelum ini. Sebagai pengamalan ayat ayat di atas.

Ta`lim wa ta`alum di lakukan setiap hari di masjid bersama jemaah masjid, minimal 2 setengah jam, dengan menta`limkan ayat ayat Al Qur`an dan Hadits Hadist Nabi, Saw, yang berkenaan dengan keutamaan dan keuntungan amal. Dan dengan mengaji langsung kepada ulama`, berkenaan dengan ilmu fikih dan aqidah, baik di masjid atau langsung datang ke tempat tinggal mereka. Begitu pula taklim harian di lakukan setiap hari di rumah bersama keluarga. Ini semua di lakukan dalam rangka pengamalan ayat ayat tentang tak`lim Kitab dan Sunnah seperti telah di jelaskan di atas.

Selain dari itu, para pekerja dakwah ini di minta meluangkan waktunya mininimal 3 hari setiap bulan, untuk keluar di jalan Allah. Berhijrah dari masjid sendiri ke masjid masjid di sekitar wilayah halaqohnya. Melakukan program 4 usaha Rasulullah di masjid masjid tersebut, dengan tujuan antara lain; 1 ). Ishlah diri. Yaitu; memperbaiki diri, dengan cara melaksanakan 4 amalan Rasulullah di atas, de-ngan tertib yang ketat, sambil ber i`tikaf selama tiga hari. Sehingga iman menjadi semakin kuat dan amal, yang berupa ibadah mahdhoh, mu`amalah, muasyaroh, dan akhlak semakin meningkat. Inilah ishlah diri. 2 ). Meng-hidupkan 4 amalan Rasulullah di masjid tersebut, dengan menerapkannya menjadi 5 amalan masjid. 3 ). Mengajak orang ketem-patan untuk bergabung dalam meneruskan 4 tugas dan usaha Rasulullah, dengan cara mengajak mereka meluangkan waktunya selama 3 hari, keluar di jalan Allah, untuk mempelajari dan mengamalkan 4 usaha Rasu-lullah ini, sehingga terjadi proses ishlah diri. Begitu pula mempelajari bagaimana 4 usaha Rasulullah tersebut, di hidupkankan di masjidnya sendiri dengan menerapkannya dalam 5 amalan masjid. Begitu pula mempelajari, bagaimana menyebarkan 4 usaha Rasulullah tersebut kepada orang lain. Karena usaha ini sifatnya bergerak dan menggerakkan. Sehingga dengan cara ini, 4 usaha Rasulullah ini akan cepat tersebar di seluruh alam, dan masjid di seluruh dunia bisa hidup 5 amalan masjid Nabawiy di zaman Rasulullah saw. Dengan cara ini proses estafet dari tugas Rasulullah yang dimulai sejak di sampaikannya pesan terahir di Haji wada` tersebut, terus berjalan.


Usaha 2,5 Jam Sehari Dan Keluar Di Jalan Allah Selama 3 Hari dalam sebulan.


Banyak orang bertanya tanya tentang pembatasan waktu 2 setenngah Jam sehari, dan keluar di jalan Allah selama 3 hari setiap bulan. Sesungguhnya, tugas Rasulullah, yang yang merupakan kumpulan dari 4 amalan, yaitu Dakwah ilallah, ta`lim wa ta`allum, ibadah dan dzikir serta khidmad, ini bukan hanya diperintahkan kepada Rasulullah saja. Tetapi tugas ini juga di perintahkan oleh Allah kepada para shaha-batnya dan seluruh ummatnya sampai hari kiamat.

Rasulullah dan para shahabatnya telah menghabiskan seluruh waktunya untuk menjalankan tugas ini. Tidak terhitung pe-ngorbanan tenaga dan harta mereka dalam hal ini. Karena Allah swt, untuk keber-hasilan tugas ini, 100 % telah menyerahkan kepada Rasulullah dan para shahabatnya. Sehingga untuk menyambut hal ini, Rasu-lullah dan para shahabatnya telah mengor-bankan segala apa yang di milikinya, ter-masuk dalam hal ini, pengorbanan waktu mereka. Hampir 100 % waktu mereka di wakafkan untuk usaha yang besar ini.

Mereka hidup bersama Rasulullah, dan mereka hidup di qurun yang terbaik. Kebe-radaan Rasulullah di tengah tengah mereka, di tambah dorongan semangat (targhib) yang selalu di suntikkan kepada mereka oleh Rasulullah, membuat mereka merasakan mudah dan ringan menjalankan tugas yang sebenarnya berat ini.

Rasulullah Sering memberi tahukan kepada mereka, tentang besarnya tugas yang di embankan kepada mereka, dan pengorbanan apa yang yang harus di berikan oleh mereka. Di antara targhib dan pemberi tahuan Rasulullah Saw, kepada para shahabatnya, dalam hal ini, adalah sebuah hadist yang di riwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah ra, Di mana Rasulullah Saw, pernah bersabda kepada mereka:

اِنَّكُمْ فِيْ زَمَانٍ مَنْ تَرَ كَ فِيهِ عُشْرَمَا أُمِرََ بِهِ هَلَك ثُمَّ يَأْتِيْ زَمَانٌ مَنْ عَمِلَ فِيهِ بِعُشْر مَا أُمِرَ بِهِ نَجَا

“Sesungguhnya kalian berada di suatu zaman, di mana seseorang yang meninggalkan seperse-puluh dari apa yang di perintahkan itu kepadanya niscaya ia akan binasa. Kemudian akan datang suatu zaman, dimana apabila seseorang mengerjakan sepersepuluh saja dari apa yang telah di perintahkan kepadanya, Ia akan selamat “.
( HR.Tirmidzi dengan sanad hasan )


Kemudian Iman Tirmidzi berkata : Hadist ini di riwayatkan pula dari Abu dzar ra dan Abu Said ra.

Di dalam hadist ini, Rasulullah mem-beritahukan kepada para sahabatnya, sebesar apa pengorbanan yang harus di berikan oleh mereka kepada agama ini, terutama di dalam memperjuangkan dan mengusahakan 4 tugas Rasulullah saw di atas, bersama Rasulullah Saw. Rasulullah menekankan, bahwa, seandai-nya mereka mungurangi 10 % saja, di dalam pengorbanan memperjuangkan agama ini, mereka akan binasa, sebab Allah tidak akan berkehendak memberikan pertolongan kepada mereka.

Akan tetapi, di dalam hadits di atas, Rosulullah mengisyaratkan, bahwa, apabila ummatnya yang hidup di akhir zaman, me-reka mau mengorbankan diri, harta dan waktunya 10 % saja, di dalam memper-juangkan tugas yang telah di embankan kepada mereka ini, niscaya mereka akan selamat. Karena Allah Swt, dengan hanya pengorbanan 10 % dari ummat Rasulullah di akhir zaman ini, akan berkehendak menolong mereka. Ini adalah satu ke istimewaan dan kemurahan Allah Swt, kepada ummat Rasulullah di akhir zaman. Karena, walaupun mereka tidak hidup bersama Rasulullah, juga tidak pernah mendengarkan targhib targhib langsung dari Rasulullah, namun mereka masih mau dan peduli pada tanggung jawabnya sebagai ummat akhir zaman.

Dari keterangan di atas, kita dapat me-nyimpulkan bahwa, Ulama` Ahlidakwah dan tablihg ini, benar benar ingin meletakkan manhaj ( metode ) usaha dakwah dan tablihg ini, di atas landasan Al Qur`an dan sunnah. Mereka tidak ingin menjalankan tugas besar, yang di wariskan Rasulullah ini, dengan cara atau metode yang yang bersumber dari selain beliau sendiri. Sebab ini berkaitan erat dengan pertolongan Allah kepada agama-Nya serta ummat di akhir zaman ini.

Walau bagaimanapun, kita ini ummat akhir zaman, yang tidak hidup bersama Rasulullah dan para shahabat. Akan tetapi kita memiliki tugas yang sama dengan mereka. Penjelasan Rasulullah kepada mereka telah jelas dalam hal ini, bahwa mereka tidak boleh mengurangi pengorbanannya dalam tugas ini walaupun hanya 10 % saja. Namun penjelasan Rasulullah untuk ummatnya di akhir zaman, dalam hal ini, juga tidak kalah jelasnya. Bahwa seandainya mereka mau memberikan pengorbanannya dalam tugas ini walaupun hanya 10 % saja, mereka telah ada jaminan pertolongan dan keselamatan dari Allah Swt,

Dari sinilah lahir mitode 2 setengah jam setiap hari dan 3 hari setiap bulan, dalam menjalankan dan mengamalkan 4 usaha Rasulullah ini. Bahkan ada program 40 hari setiap tahun. Bukankah 2 setengah jam itu 10 % dari 24 jam ? Bukankah 3 hari itu, 10% dari satu bulan, ? dan bukankah 40 hari itu, sekitar 10 % dari satu tahun ?

Walaupun demikian, sinyalemen Rasu-lullah tentang 10 % usaha ummmat akhir zaman ini, hanyalah ukuran minimal. Yaitu ukuran minimal untuk mendapatkan perto-longan Allah dalam pengorbanan mereka. Dalam arti, apabila mereka mengurangi pengorbanan 1 % saja, dari 10 % total pengorbanan minimal ini, maka tidak ada jaminan pertolongan Allah dalam tugas dan usaha mereka.

Dari sinilah lahir istilah nishab. Nishab dalam zakat, adalah ukuran minimal kepe-milikan harta seseorang yang mewajibkan ia mengeluar zakat harta tersebut. Kalau kurang dari ukuran minimal ini, maka tidak ada kewajiban baginya untuk mengeluarkan zakat dari harta tersebut. Adapun maksud Nishab dalam pengorbanan di jalan Allah, menurut mafhum hadist di atas, adalah ukuran minimal pengorbanan di jalan Allah, yang akan dapat menarik pertolongan dari Allah Swt. Tapi kalau pengorbanan itu kurang dari ukuran minimal ini, maka tidak ada jaminan akan datangnya pertolongan dari Allah Swt.

Jadi masalah kita saat ini adalah masalah krisis pengorbanan. Allah tidak mau menolong agama ini, dan menjadikannya sebagai per-mainan bagi musuh musuhnya, di sebabkan ummat ini tidak mau berkorban untuk mem-perjuangkan agama-Nya. Ummat ini telah lupa kepada tanggung jawabnya sebagai ummat akhir zaman. Yang di minta pengorbanannya minimal 10 % dari waktu, harta dan tenaga yang di milikinya, untuk menenolong agama Allah. Yang banyak kemudian adalah orang orang yang telah menganggap, bahwa dirinya telah banyak berkorban memperjuangkan aga-ma Allah, tapi pada hakikatnya mereka ha-nyalah berkorban dan berjuang untuk dirinya sendiri, atas nama agama. Inilah yang membuat keadaan islam ini semakin terpuruk. Karna yang di kerjakan oleh ummat ini, bukan lagi pengorbanan yang dapat menarik ridho Allah, namun sebaliknya, apa yang mereka kerjakan itu, adalah satu pengorbanan yang akan sema-kin menyempurnakan murka Allah.

Dari sinilah, para pekerja dakwah dan tablihg ini, terus bergerak dan menggerakkan ummat,


Agar 4 Usaha Rasulullah Wujud Dengan sempurna, Dan Di terima Oleh Allah swt,.

Setelah kita mengetahui, 4 usaha Rasu-lullah di atas, bersama dalil dalil Al Qur`an dan sunnah Rasulullah. Maka kali ini kita akan membahas tentang bagaimana, di dalam menja-lankan usaha yang mulia ini, para pekerja dakwah selalu berada dalam pengawasan dan pertolongan Allah, serta usahanya ini di terima oleh Allah Swt.

Maka, para pekerja dakwah diharuskan melengkapi dirinya dengan 6 sifat penting dan utama, yang akan menentukan sah dan se-mpurnanya pelaksanaan 4 usaha Rasulullah di atas dan penerapannya dalam 5 amalan maqomi. 6 sifat utama tersebut adalah :

1. Ikhlas, semata mencari ridho Allah dan kampung akhirat.
2. Cara yang benar, yaitu cara Rasulullah
Saw.
3. Iman dan yakin yang benar kepada Allah
swt.
4. Mengetahui nilai amal dan iktisab.
5. Tawajjuh, yaitu merasa selalu di lihat
Allah swt.
6. Mujahadah atas nafsu.

Di dalam Al Qur`an, Allah Swt, men-jelaskan bahwa rukun amalan yang di terima oleh Allah itu ada ( 2 ). Yang pertama : Amalan itu mengikuti cara Rasulullah Saw. Dan yang kedua : dilakukan dengan ikhlas karena Allah Swt. Ini bisa kita lihat di dalam Al Qur`an, surat Al Kahfi, ayat 110, di mana Alllah swt, berfirman :

فَمَن يَرْجُوْا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَ لاَ يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدا ً
“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhan- nya”.

Ibnu Kastir di dalam Kitab Tafsirnya, Jilid 3, halaman 108, dalam menafsiri firman Allah; ( Hendaklah ia mengerjakan amal yang sholeh) ia berkata : “yaitu amalan yang sesuai dengan syari`at Allah” Kemudian di dalam menafsiri firman Allah:“ Dan janganlah ia memperse-kutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya “. Ia berkta : “yaitu ia, di dalam ibadahnya hanya menghendaki wajah Allah Yang Esa Yang Tiada Sekutu Baginya “.

Selanjutnya beliau berkata :

وَهَذَانِ رُكْناَ اْلعَمَلِ اْلمُتقَبَّلِ لَا بُدَّ أَنْ يَكُوْنَ خَالِصًا ِللهِ صَوَابًا عَلَى شَرِيْعَةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ .
“Inilah 2 rukun amal yang di terima. Yaitu, harus ikhlas karena Allah dan harus menepati syari`‘at Rasulullah saw “.

Setiap amal ibadah yang tidak meme-nuhi kedua rukun, atau setiap satu dari kedua rukun ini, maka amal itu tertolak di sisi Allah Swt. Karena kedua rukun ini seperti ruh dan jasad. Boleh jadi suatu amal di lakukan dengan ikhlas, tapi tidak sesuai dengan syari`at, maka amal itu tidak di terima oleh Allah. Atau amal itu telah di kerjakan sesuai aturan syari`at, namun karena ingin di puji manusia, atau karena ingin keuntungan duniawi, tidak semata mata ikhlas karena Allah. Maka amal itu di tolak oleh Allah swt.

Begitulah 4 usaha Rasulullah ini, para pekerja dakwah harus melaksanakannya sesu-ai dengan cara dan Anjuran Rasulullah saw, serta ikhlas mengharap ridho Allah Swt, semata. Mereka yang melaksanakannya tidak sesuai dengan cara dan anjuran Rasulullah, maka ia telah berbuat bid`ah. Dan mereka yang melaksanakannya karena manusia, atau karena keuntungan duniawi maka dia telah bebuat riya`.

Dua rukun di atas, adalah baru untuk sahnya suatu amalan saja, belum kesempur-naannya. Ibarat mendirikan sholat, ini baru mengerjakan rukun rukunnya saja. Belum melaksanakan sunnah sunnahnya, yang meru-pakan kesempurnaan dari perintah mendirikan sholat.

Adapun syarat kesempurnaan suatu amal ibadah minimalnya ada 4 , yaitu antara lain 1). Apabila amalan tersebut di laksanakan dengan penuh keimanan dan keyakinan kepada Allah dan Rasul-Nya, dan meyakini, bahwasanya apa yang di perintahkan itu benar benar di syari`atkan dari sisi Allah swt. Ini sesuai firman Allah didalam Al Qur`an, surat An Nahl, ayat 97. Dimana Allah swt, berfirman

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَ هُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

“Barangsiapa yang mengerjakan amal soleh baik laki laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.

Ibnu Kastir, dalam kitab tafsirnya, jilid 2 halaman 585 , berkata :

وَهذَا وَعْدٌ مِنَ اللهِ تَعلَى لِمَنْ عَمِلَ صَالِحًا وَهُوَ اْلعَمَلُ اْلمُتابِعُ لِكِتاَبِ اللهِ تَعَالَى وَسُنَّة ِ نَبِيِّهِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنثىَ مِنْ بَنِيْ أَدَمَ وَقلَبهُ مُؤْمِنٌ بِاللهِ وَرَسُوْلهِ, وَاِنَّ هَذَا اْلعَمَلَ اْلمَأْمُوْرَةَ بهِ مَشْرُوْعٌ مِنْ عِنْدِ اللهِ بِاَنْ يُحْيِيَهُ اللهُ حَيَاةً طَيِّبَةً فِيْ الدُّنيَا وَأَنْ يُجْزِ يَهُ بِأَحْسَنِ مَا عَمِلَهُ فِيْ الدَّارِ اْلاَخِرَة ِ

“Ini adalah janji dari Allah Ta`ala kepada orang yang mengerjakan amal yang sholeh yaitu amal yang mengikuti kitab Allah Ta`la dan sunnah Nabi-Nya, baik laki laki maupun perem-puan dari keturunan Adam, sedangkan hatinya penuh dengan keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya, serta meyakini, bahwa amal yang di perintahkan itu, benar benar di syari`atkan dari sisi Allah,- bahwasanya ia akan Allah berikan kehi-dupan yang baik di dunia. Dan di akhirat, Allah akan memberinya balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah ia kerjakan”

Dari keterangan di atas, kita mengetahui, bahwa amalan yang di lakukan dengan penuh keimanan kepada Allah dan Rasulnya, dan dengan penuh keyakinan bahwa amalan itu benar benar ada perintah dari Allah Swt, kepadanya, maka Allah akan memberikan per-tolongan kepadanya, berupa jaminan kehidu-pan yang bahagia di dunia dan di akhirat.

Begitupula para pekerja Dakwah ini, dalam mengamalkan 4 usaha Rasulullah dan penera-pannya dalam 5 amalan maqomi, di anjurkan dapat mengamalkannya dengan penuh keimanan dan keyakinan kepada Allah dan Rasul-Nya serta meyakini betul, bahwa tugas ini merupakan perintah Allah dan Rasul-Nya yang di embankan kepadanya, sebagai ummat akhir zaman. Sehingga Allah pasti membe-rikan “ Hayatun Thoyyibah “kepadanya, didalam kehidupan di dunia, dan hidup di surga firdaus bersama Rasulullah Saw, dan para Ambi-ya` As, serta para Shahabat ra. dalam kehidupan akhirat yang selama lamanya.

Selanjutnya, syarat kesempurnaan suatu amal ibadah yang ke 2, ialah, apabila amal ibadah itu di lakukan dengan penuh ikhtisab, yaitu; kita yakin pada janji janji Allah dalam amalan tersebut. Amalan tanpa ikhtisab, tanpa kesadaran, tanpa mengetahui besarnya nilai amalan tersebut, maka amalan tersebut hanya menjadi seperti adat atau tradisi saja. Tidak merasakan besarnya kasih sayang Allah kepa-danya dalam amalan tersebut, sehingga ia melakukan amal itu dengan perasaan terpaksa, tanpa gairah dan semangat. Dan pada akhirnya amalan tersebut di khawatirkan lambat laun akan hilang dari dirinya.

Rasulullah sangat menganjurkan kita, supa-ya melakukan amal ibadah dengan penuh keimanan seperti keterangan di atas, dan su-paya melakukan amalan dengan penuh ikh-tisab. Misalnya dalam mentarghib ummatnya, untuk melaksanakan puasa di bulan Roma-dhon. Rosulullah Saw, bersabda :

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ اِيمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنبِهِ

“Barang siapa yang berpuasa di bulan Ro-madhon dengan penuh keimanan dan Ikhtisab ( mengharapkan pahala dari sisi Allah ), maka dosanya yang telah lalu akan di ampuni ‘’. ( HR.Bukhori, Muslim )

Dari hadits Rasulullah ini, kita menge-tahui bahwa puasa di bulan Romadhon, yang di lakukan dengan penuh keimanan kepada Allah dan Rasulnya, dan meyakini bahwa perintah puasa Romadhon itu di wajibkab oleh Allah untuk dirinya, kemudian ia berikh-tisab, meyakini janji janji Allah , yaitu berupa pahala yang besar dan pengampunan yang akan di berikan Allah kepadanya, maka Allah akan memberikan semua apa yang di yakini dan apa yang di harapkan tersebut kepadanya.

Begitu pula, untuk semua amalan selain puasa Romadhon, demi kesempurnaannya, harus di kerjakan dengan penuh ke imanan dan ikhtisab. Namun untuk bisa melakukan ikhtisab ini, kita harus mengetahui terlebih dahulu apa janji janji Allah di dalam amalan tersebut. Atau dengan kata lain, kita harus terlebih dahulu mengetahui nilai amalan tersebut. Maka untuk ini, kita di anjurkan untuk mengadakan ta`lim Fadho`il A`mal. Karena dalam ta`lim tersebut kita akan banyak mendengarkan tentang ayat ayat Al Qur` an dan hadits Rasulullah tentang nilai nilai suatu amal ibadah.

Demikian pula, para pekerja dakwah dan tabligh ini, di dalam menjalankan 4 usaha Rasulullah, dan penerapannya dalam 5 ama-lan maqomi di atas , di anjurkan melakukan-nya, di samping dengan penuh keimanan juga dengan penuh ikhtisab. Dan untuk mela-kukannya dengan ikhtisab mereka dianjurkan untuk mengetahui nilai dari amalan 4 usaha Rasulullah Saw tersebut, yaitu dengan menda-patkannya dalam ta`lim ta`lim Fadho`il mereka.

Disamping itu, syarat kesempurnaan suatu amal ibadah yang ke 3), yaitu apabila amalan itu di lakukan dengan ikhsan. Ikhsan ialah melakukan amal ibadah dengan penuh tawajjuh kepada Allah seakan ia melihat Allah. Atau merasakan selalu dilihat oleh Allah dalam setiap melakukan amal ibadah. Sehingga ia merasa selalu dalam pengawasan Allah swt.

Hal ini sesuai dengan potongan sebuah hadits yang di riwayatkan oleh Muslim dari Umar bin Khoththob yang menceritakan tentang ta`lim jibril kepada para shahabat tentang agama mereka, di dalam potongan hadits tersebut di jelaskan ;

قَالَ فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ اْلاِحْسَانْ قَالَ أَنْ تعبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَاِنْ لَمْ تَكُكْ تَرَاهُ فَاِنّهُ يَرَاكَ
"Orang itu berkat alagi, ”Beritahukan kepa- daku tentang ikhsan, Nabi Saw, berkata,“ Enkau beribadah kepada Allah seakan akan engkau melihatnya, walaupun engkau tidak melihat-Nya, tapi Dia melihatmu ”.

Di dalam hadits ini, Rasulullah menjawab pertanyaan jibril sekaligus mengajarkan kepada ummatnya tentang kesempurnaan suatu ibadah. Yaitu melakukannya dengan penuh tawajjuh kepada Allah, sampai seakan akan ia melihat Allah, atau merasa selalu di lihat oleh Allah swt.

Begitu pula para pekerja dakwah dan tabligh ini, dalam melakukan 4 usaha Ra-sulullah di atas, di anjurkan untuk mela-kukannya dengan penuh tawajjuh, sampai seakan akan mereka melihat Allah, atau mereka selalu merasa di lihat oleh Allah Swt.

Dan yang terahir, syarat sempurnanya suatu amal ibadah yang ke 4), ialah apabila amal ibadah tersebut di lakukan dengan mujahadah. Mujahadah ialah, bersabar dalam melakukan ketaatan kepada Allah dengan jalan menundukkan keinginan nafsu. Allah Swt berfirman dalam Al Qur`an, surat Al Ankabut, ayat 69, yaitu :

وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَ اِنَّ اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ

“Dan orang orang yang bersungguh sungguh ( untuk mencari keridhoan) kami, benar benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan jalan kami. Dan sesungguhnya Allah beserta orang orang yang berbuat baik”.

Ibnu Mas`ud Al Bughowiy dalam kitab tafsirnya, jilid 4 halaman 256, di dalam menafsiri ayat ini berkata :

وَقِيلَ, اَلمْجَاهَدَةُ هِيَ الصَّبْرُ عَلَى الطَّاعَاتِ قَالَ اْلحَسَنُ : أَفْضَلُ اْلجهَادِ مُخَالَفَةُ اْلهوَىَ . وَرُوِيَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ : وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْ طَاعَتِنَا
لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَ ثوَابنَا ....
“Ada ulama ` berkata :“Mujahadah ialah bersa-bar didalam menjalankan ketaatan”. Hasan berkata :“Paling utamanya jihad ialah menye-lisihi keingnan nafsu “.

“Diriwayatkandari Ibnu Abbas :”Dan orang orang yang bersungguh di dalam menjalankan keta‘atan kepada-KU, maka benar benar Aku tunjukkan jalan Jalan menuju balasan KU ( surga )’’.

Dari petunjuk ayat dan tafsir di atas, kita mengetahui bahwa mujahadah, atau kesa-baran di dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, dengan jalan menyelisihi keinginan nafsu merupakan salah satu syarat kesem-purnan suatu amal ibadah. Bahkan di katakan sebagai jihad yang paling utama.

Begitupula para pekerja dakwah dan tab-ligh ini, di dalam menjalankan tugasnya’ me-reka di anjurkan untuk selalu bermujahadah, atau selalu dalam kesabaran menundukkan keinginan nafsunya, sehingga Allah selalu memberi mereka petunjuk ke jalan yang di ridhoi-Nya.


Demikianlah, penjelasan tentang 6 sifat penting dan utama yang di letakkan oleh ulama` ahli dakwah dan tabligh ini, untuk kemaqbulan dan kesempurnaan 4 usaha Ra-sulullah Saw, di atas. 6 sifat utama ini ibarat saluran. Di mana setiap amal ibadah harus melewati 6 saluran ini. Setiap amal ibadah yang di jalankan tidak melalui 6 saluran ini, amal ibadah tersebut tidak akan pernah sampai kepada Allah swt , apalagi sempurna. Kalau hanya untuk sampai saja, ke pada Allah, maka dengan melalui 2 saluran saja sudah cukup. Yaitu ; 1. ikhlas karena Allah. 2. Dengan cara Rasulullah saw. Tapi untuk bisa sampai dengan sempurna kepada Allah swt, haruslah melalui 4 saluran lagi, yaitu; 1. dengan penuh keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya. 2. mengetahui nilai amal atau ikhtisab. 3. Tawajjuh kepada Allah. Dan 4. Mujahadah atas nafsu.


Mesin penyulingan amal

Setelah kita mudzakarohkan 6 sifat utama di atas, disini kita akan masuk lebih dalam lagi dalam membahas 6 sifat utama ini, serta hubungannya dengan usaha dakwah dan tablihg ini. Sebagian orang yang belum paham tentang usaha dakwah dan tabligh ini menu-duh, bahwa usaha dakwah dan tablihg ini tidak berdasarkan atas ilmu. Tidak di dasarkan kepa-da pemahaman Al Qur`an dan sunnah yang benar. Ahli bid`ah. Sesat. Musyrik, melebihi musyriknya musyrikin Arab. Dan seterusnya.

Sungguh, tuduhan seperti ini hanyalah mempertontonkan kebodohan para penu- duhnya sendiri, terhadap usaha dakwah dan tabligh ini. Walaupun mungkin mereka alim di bidangnya sendiri. Tapi mereka tidak memilki ilmu yang cukup dan benar tentang usaha ini. Yang oleh karenanya, mereka tidak berhak berkomentar, atau berpendapat, tentang usaha ini, lebih lebih menuduh. Karena hal itu hanya akan menjatuhkan derajat mereka di hadapan Allah Swt. Sebab mereka telah berbicara tentang sesuatu yang yang mereka sendiri tidak mengetahuinya. Allah memperingatkan orang seperti ini dengan sangat keras;

وَلاَ تَقْفُ مَا لَيسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ اِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ والْفُؤَادَ كُلٌ أُوْلَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُلاً
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan ten-tangnya. Sesungguhnya pendengaran, pengli-hatan dan hati, semua itu akan diminta pertang-gungan jawabnya. Di hadapan Allah swt.”. (QS Al Israa`: 36 )

Dalam tafsir Ibnu Kastir jilid 3 halaman 39 di jelaskan :

وَقَالَ اْلعَوْفي عَنْهُ : لاَ تَرْمِ أَحَدًا بِمَا لَيسَ لَكَ بهِ عِلْمٌ
“Al Aufiy tentang maksud ayat di atas, berkata : “janganlah kamu menuduh seseorang dengan tuduhan yang sebenarnya kamu tidak memiliki pengetahuan tentangnya” .


وَقَالَ قَتاَدَةُ : لاَ تَقُلْ : رَأَيتُ وَلم ْ تَرَ وَ سَمِعْتُ وَ لم ْ تَسْمَعْ وَعَلِمْتُ وَلم ْ تَعْلَمْ فَاِنَّ اللهَ سَائِلُكَ عَنْ ذَالِكَ كُلِّهِ
‘’Berkata Qotadah ( tentang tafsir ayat ini ) :“Janganlah kamu berkata; “saya melihat, pada-hal sebenarnya engkau tidak melihat, “Saya mendengar” padahal sebenarnya engkau tidak pernah mendengar “Saya mengetahui” padahal sebenarnya engkau tidak tahu. Karena sesung-guhnya Allah akan menanyakannya tentang itu semua kepadamu ”.

وَمَضْمُوْنُ مَا ذَكَرُوْهُ : أَنَّ اللهَ تَعَالَ نَهَى عَنِ الْقَوْلِ بِلاَ عِلْمٍ بَلِ الظَّنِّ الَّذِيْ هُوَ التوَهُّمُ وَاْلخَيَالُ
“Ibnu Kastir kemudian berkata ;” Kesimpulan dari apa yang mereka sebutkan adalah bahwa sesunggunya Allah telah melarang suatu perkataan tanpa pengetahuan, karena hal itu artinya kesalahfahaman dan dan hayalan....”.

Ketahuilah, bahwasanya usaha dakwah dan tabligh ini, di bangun berdasarkan duplikasi total terhadap usaha dakwah dan tablihg, yang di buat oleh Rasulullah saw, dan para sahabatnya. Kitab Hayatush Shohabah yang di susun oleh Maulana Yusuf rah.a, yang terdiri dari 3 jilid buku besar, yang di kumpulkan dari hampir seluruh kitab kitab siroh shahabat karangangan ulama` ulama` besar yang mu`ta-baroh, menjadi saksi dari pernyataan ini. Hampir tidak setitikpun dari kehidupan para shahabat terutama yang berkaitan dengan usaha dakwah dan tablihg ini, yang tidak terekam dalam kitab ini. Penafian terhadap kitab ini, oleh sebagian orang, yang mengaku sebagai ahli ilmu, hanyalah salah satu bentuk kelancangan, yang di peragakan oleh orang yang berwawasan sempit tentang ilmu hadits, kepada para ulama` ulama` besar terdahulu, yang kitab kitabnya di jadikan rujukan di dalam menyusun kitab Hayatush Shohabah ini.

Kitab Hayatushshohabah inilah yang mere-kam kehidupan para shahabat. Terutama yang berhubungan dengan gerak dakwah mereka bersama Rasulullah Saw, serta sifat sifat utama yang mereka miliki. Akhlak mereka. Ilmu mereka. Ibadah mereka. Mu`amalah mereka. Dan bagaimana pertolongan Allah datang kepada mereka. Dan masih banyak lagi.

Seluruh amalan yang terprogram dalam usaha dakwah dan tablihg ini, bersumber dari Al Qur`an dan sunnah seperti yang di contohkan oleh Rasulullah dan para sahabat-nya, sebagaimana yang telah berhasil direkam dalam kitab Hayatush shohabah ini. Hal yang sering menjadi sorotan para pengkritiknya sehubungan dengan pembatasan waktu 2,5 jam sehari, 3 hari dalam sebulan 40 hari dalam setahun, sebagaimana yang telah kita jelaskan di atas. Yang nampak sangat berbeda dengan praktek dakwah dan tablihnya para shahabat. Di mana hal ini kemudian dianggap bid`ah dan mengada ada dalam agama.

Hal ini karena kebanyakan mereka belum mengetahui tentang hadits 10 % seperti yang telah kita jelaskan di atas. Memang hal itu tidak akan pernah di temukan dalam gerak perjua-ngan para sahabat. Karena mereka mening-galkan 10% saja akan binasa. Akan tetapi Rasulullah saw memberikan isarat kemurahan pada ummatnya di akhir zaman, tentang batas minimal pengorbanan mereka, yang dapat ja-minan pertolongan dari Allah. Jadi, pemba-tasan waktu seperti di atas bukanlah perbuatan bid`ah dan mengada ada. Tapi merupakan bentuk pengamalan ummat akhir zaman, terhadap hadits Rasulullah saw, di atas. Teru-tama hanya sebagai tahapan awal, untuk belajar dan latihan berkorban demi agama Allah, dalam rangka wasilah dan strategi dakwah. Untuk kemudian dengan latihan ini di harapkan pengorbanan terus bisa mening-kat sampai seperti pengorbanan para shahabat dahulu.

Begitulah usaha dakwah dan tabligh ini tidak bergerak asal asalan, tanpa pedoman Al- Qur`an dan sunnah serta siroh para shahabat. Bahkan untuk menjaga hal ini, ulama` ahli dakwah dan tablihg ini, telah membuat filter amalan yang ketat dan sempurna, yang di gali dari Al Qur`an dan hadits yang shohih. Yaitu 6 sifat utama, yang harus ada pada setiap diri para pekerja dakwah, di dalam menjalankan 4 usaha Rasulullah Saw, seperti yang telah di terangkan di atas.

6 sifat utama ini berfungsi sebagai filter amal. Di mana, dengan filter ketat ini, diharap-kan tak satupun amalan yang terprogram dalam gerak usaha dakwah ini, yang masih di kotori dengan racun bid`ah, tahayyul, chura-fat, ria`, Syirik, sesat, dan seterusnya. 6 filter amal ini posisinya sangat penting, karena gerak usaha dakwah ini di tujukan kepada semua orang di seluruh dunia. Mereka memi-liki latar belakang yang berbeda dan bermacam macam. Ada yang ahli bid`ah, tahayyul, dan churafat. Ada yang ahli maksiat. Ada yang masih suka di puji orang dalam ibadahnya. Bahkan ada dari golongan sesat, musrik dan bahkan masih kafir.

Semua itu tidak terkecuali di ajak kembali kepada Allah dengan penuh kasih sayang dan penuh kelembutan. Mereka di masukkan, dan di proses di dalam 4 usaha Rasulullah, yang di lengkapi dengan 6 mesin penyulingan yang canggih. Sehingga, sebagaimana air limbah yang sekotor apapun, apabila di masukkan dan di proses didalam 4 usaha Rasulullah saw, yang di lengkapi dengan 6 sifat utama ini, tak ubahnya seperti mesin penyulingan tadi. Yang masuk kedalamnya, banyak dari golongan limbah limbah manusia, baik yang katagori berat atau ringan. Namun dengan di ikutser-takan dan di masukkan kedalam 4 usaha Rasulullah ini, sambil melengkapi dirinya dengan 6 sifat penyu-ingan amal, kemudian di proses secara istiqomah sesuai arahan, maka lambat laun di harapkan ia menjadi hamba Allah yang bersih batinnya dari dosa dosa masa lalunya. Dan bersih aqidah serta amal ibadah-nya, dari kotoran syirik, bid`ah, tahayyyul churafat, ria` dan sebangsanya. Inilah yang di sebut dengan “ Tazkiyyah dan Tashfiyyah.” ( Pensucian dan pembersihan ).

Inilah yang di kabarkan dalam Al Qur`an tentang keadaan para sahabat yang pernah hidup lama dalam limbah jahiliyyah. Dimana mereka di kenal sebagai suatu bangsa yang biadab di muka bumi kala itu. Namun ketika Allah swt, dengan kasih sayang-Nya, me-ngangkat seorang utusan dari kalangan mereka yang membawa 3 tugas utama ( yang di kalangan para pekerja dakwah kemudian di kenal sebagai 4 usaha Rasulullah ), untuk di usahakan dikalangan mereka, maka setelah di proses secara istiqomah dalam jangka waktu kurang lebih selama 13 tahun di mekkah, mereka kemudian di panggil oleh Allah sebagai orang yang beriman. Di saat itulah kemudian mereka terus dikenal oleh dunia sebagai bangsa yang paling beradab di muka bumi. Bahkan kemudian di tangan merekalah peradaban islam tumbuh berkembang di muka bumi, yang pada akhirnya mempengaruhi peradaban dunia.

Dalam hal ini, di dalam Al Qur`an, surat Al Jum`ah, ayat 2 , Allah Swt berfirman :

هُوَ الَّذِيْ بَعَثَ فِيْ اْلامِّييْنَ رَسُوْ لاً مِنْهُمْ يَتلُ عَلَيهِمْ أيتهِ وَيُزَكِّهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتابَ وَالْحِكْمَةَ وَ اِنْ كَانُوْا مِنْ قَبلُ لَفِيْ ضّلاَ لٍ مُبِيْنٌ

“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka , yang membacakan ayat ayat Nya kepada mereka, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar benar dalam kesesatan yang nyata”.

Ayat inilah, dan 3 ayat yang lain di dalam Al Qur`an ( lihat penjelasan di atas ) Yang memberi tahukan kepada kita, tentang usaha Rasulullah Saw, yang di tugaskan langsung oleh Allah kepada beliau, sebagai Nabi dan utusan-Nya. Di mana Allah menjelaskan, bah-wa siapapun yang terperoses dalam usaha ini, walaupun sebelumnya berada dalam puncak kesesatan, pasti ia akan mengalami perubahan total dalam hidupnya, menjadi manusia terbaik di hadapan Allah, Sebagaimana terjadi kepada para shahabat Rasulullah Saw, Radhiallahu Anhum

Ayat ayat ini pulalah yang telah menjadi dasar utama dan pertama di dalam gerakan dakwah dan tablihg ini. Ayat ayat inilah yang di gali kembali oleh ulama` Mujtahid dakwah ini. Di mana usaha Rasulullah yang telah berhasil merubah 180 derajat keadaan kehidu-pan para shahabat ini, bisa di hidupkan dan di usahakan kembali oleh ummat islam di akhir zaman ini. Dan terbukti, setelah hampir satu abad lamanya usaha ini kembali di hidupkan, dalam penyebarannya ( sampai dengan tahun 2004 ), telah berhasil melintasi 215 Allah negara di dunia. Dan jutaan manusia telah berbondong bondong kembali kepada Allah, Sebagaimana hal ini tidak samar lagi bagi para pemerhati gerakan gerakan dakwah di abad ini.


UMMAT MUHAMMAD SAW, ADALAH PARA DA'I

Selanjutnya kita akan melihat informasi Allah dalam Al Qur`an, tentang ummat Mu-hammad Saw. Allah Swt, juga telah menje-laskan bahwa ummat Muhammad Saw, adalah para da`i, yang di keluarkan untuk manusia, mengajak kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang mungkar. Ada beberapa Ayat dalam Al Qur`an yang menerangkan hal ini. Ayat ayat itu antara lain ; dalam surat Ali Imron, ayat 104 Allah Swt berfirman :

وَلْتكُنْ مِنْكُمْ اُمَّةٌ يَدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْر ِوَيَأمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيِنْهَوْنِ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاُولَئِكَ هُمُ
الْمُفْلِحُوْنَ
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolo-ngan ummat, yang menyeru kepada kebaji-kan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mence-gah dari yang mungkar, merekalah orang orang yang beruntung”.


Membentuk Jamaah Dakwah

Ibnu Nashir Asy Sya’diy di dalam Kitab tafsirnya jilid 1 halaman 142, didalam menaf-sirkan surat Ali Imron ayat 104 diatas berkata :

وَلْيَكُنْ مِنْكُمْ أَيهاَ الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ مَنَّ اللهُ عَلَيْهِمْ
بِالأٍيْمَانِ وَاْلأِعْتِصَامِ بِحَبْلِهِ { أُمَّةٌ } أَيْ جَمَاعَةٌ
{يَدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ }
“Wahai orang orang yang beriman, yang telah mendapatkan anugerah iman dari Allah, dan berpegang teguh kepada agama-Nya. Hendaklah ada diantara kalian ( satu ummat ) yakni “ satu jamaah ” yang menyeru kepada kebaikan”

Kemudian beliau berkata :

وَهَذَا إِرْشَادٌ مِنَ اللهِ لِلْمُؤْمِنِيْنَ أَنْ يَكُوْنَ مِنْهُمْ
جَمَاعَةٌ مُتَصَدِّيَةٌ لِلدَّعْوَةِ إِلَى سَبِيْلِهِ وَإِرْشَادُ الْخَلْقِ إِلَى دِنِيْهِ
“Ini merupakan petunjuk dari Allah kepada orang orang yang beriman, agar hendaknya ada diantara mereka “SATU JAMA’AH” yang bergerakaktif berdakwah ke jalannya dan menunjukkan manusia kepada agama-Nya”.

Dari keterangan surat Ali Imran, ayat 104 dan tafsir diatas, dapatlah kita memahami, bahwa Allah swt, telah memerintahkan orang orang yang beriman untuk membentuk satu jama’ah yang aktif bergerak di dalam tugas dakwah. Yaitu bergerak mengajak manusia ke jalan Allah, membimbing manusia kepada agama-Nya.

Dengan alasan inilah Ulama ahli dakwah dan tabligh mensyaratkan, bahwa untuk meng-hidupkan 4 usaha Rasulullah saw dan penera-pannya dalam 5 amalan maqomi,- yang telah di filter dengan 6 sifat uta-ma – haruslah di jalankan dengan cara berama’ah sebagai pengamalan ayat di atas.


Pertolongan Allah Bersama Jama’ah

Didalam tafsir Khozin jilid halaman di sebutkan satu hadits riwayat tirmidzi dari Ibnu Umar, yang menjelaskan tentang pentingnya berjamaah, dan bahwasanya pertolongan Allah bersama dengan jama’ah. Rasulullah saw, bersabda :

إِنَّ اللهَ لاَ يَجْمَعُ أُمَّتيْ أَوْ قَالَ أُمَّةُ مُحَمَّدٍ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ عَلَى ضَلاَلَةٍ وَيَدُ الله عَلَى
الْجَمَاعَةِ وَمَنْ شَدَّ شّدَّ فِي النَّارِ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpul-kan ummatku atau (sabda beliau ) tidak mengu-mpulkan ummat Muhammad saw, didalam kesesatan. Dan tangan Allah diatas jama’ah. Barangsiapa menyendiri ( menyimpang ) dari jama’ah maka ia menyendiri di dalam neraka”.

Inilah jaminan Allah kepada ummat ini yang selalu berada dalam jama’ah. Mereka di jamin tidak akan berada dalam kesesa-an. Dan lebih dari itu Allah selalu menolong mereka yang selalu berada dalam jama’ah. Orang yang menyendiri tidak selamat dari kesesatan, dan karenanya tidak akan selamat dari api neraka.

Adapun jama’ah dakwah dan tabligh ini adalah jama’ah yang sangat besar dan kuat. Hampir tak satupun Negara di dunia ini yang kosong dari markas jama’ah ini. Para pekerja dakwah dan tabligh ini telah bergerak menyebar di seluruh alam untuk mendatangi manusia dan membawanya kembali kepada Allah swt.

Mereka memiliki fikir yang sama, sebagai-mana fikir Rasulullah saw. Memiliki maksud dan tujuan yang sama. Semangat dan gerak yang sama. Pembicaraan dan ucapan yang sama. Mereka satu hati dan penuh kasih saying. Mereka memiliki faham yang sama atas perkara yang sama. Yaitu usaha Rasulullah saw. Maka hadits mashur diatas sebagai dalil, bahwa mereka dengan izin Allah tidak mung-kin berada dalam kesesatan. Mereka selalu berada dalam kemungkinan mendapatkan pen-jagaan, pemeliharaan dan pertolongan dari Allah swt.


Tugas Mendatangi Manusia

Kemudian di ayat berikutnya, Allah swt juga memberikan informasi tentang tugas ummat Nabi Muhammad saw, yaitu di surat Ali Imron ayat 110, di mana Allah swt, berfirman ;

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأمُرُوْنَ بِالْمَعْرُفِ وَ تَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ
بِاللهِ وَ أُ لَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
“Kalian paling baiknya ummat yang di ke luarkan untuk manusia, yang menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah. Dan mereka itulah orang orang yang beruntung”.

Ibnu Kastir dalam kitab tafsirnya, jilid halaman , tentang tafsir ayat ini berkata ;

يُخْبِرُ تَعَلَى عَنْ هَذِهِ اللاُمَّةِ بِأَنَّهُمْ خَيْرُ الاُمَمِ
فَقَالَ { كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّا سِ }
قَالَ الْبُخَارِيْ .... عَنْ أ بِيْ هُرَيْرَةَ { كُنتُمْ
خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّا سِ } قَالَ خَيْرُ النّاَ سِ
لِلنّاَ سِ تَأ تُوْ نَ بِهِمْ فِيْ السَّلاَسِلِ فِيْ أَعْنَا
قِهِمْ حَتّّى يَدْخُلُ فِيْ اْلاِسْلاَمِ

“Allah Ta’ala memberitahukan tentang ummat ini, bahwasanya mereka adalah paling baiknya ummat. Maka Allah berfirman ( Kalian paling baiknya ummat yang di keluarkan untuk manu-sia ). Imam Bukhori berkata dari Abu Hurairah ra ( Kalian adalah paling baik nya ummat yang dikeluarkan untuk manusia ) dia berkata ; “Kalian adalah paling baiknya manusia untuk manusia, KALIAN DATANG kepada mereka sedang rantai rantai ( kekafiran ) membelenggu leher mereka, sampai kemudian mereka masuk kedalam agama islam “.

Lebih lanjut Ibnu Kastir menjelaskan :

وَهَكَذَ قَال إِبْنُ عَبَّا س وَمُجَاهِدِ وَعِكْر ِمَةَ
وَعَطَاءِ وَالّّربيْعِ بِن أَنَس وَعَطِيّةَ الْعَوْفِ { كُنتُم
خَيْرَ أُمّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنّاَ س } يَعْنِيْ خَيْرَ النّاَسِ
لِلنّاَس , أَنَّهُمْ خَيْرُ اْلاُمَمِ وَ أَنْفَعُ الْنّاَس لِلنّاس
وَلِهَذَا قَالَ : تَأمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ
الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ

“Begitupula, Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Atho’, Robi’ bin anas, dan Athiyyah al aufiy berkata : ( Kalian paling baiknya ummat yang di keluarkan untuk manusia ), artinya :“Kalian paling baiknya manusia untuk manusia “. Maksudnya adalah bahw mereka itu ummat yang terbaik dan paling banyak manfaatnya untuk manusia”. Oleh karena itu Allag berfirman “ Kalian menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar dan beriman kepada Allah “.

Dari pemberitahuan ayat dan tafsir diatas, kita mengetahui, bahwa ummat ini adalah ummat yang terbaik, karena ummat ini paling banyak manfa’atnya untuk manusia, di sebab-kan mereka menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar serta penuh keimanan kepada Allah, dengan jalan MEN-DATANGI Manusia yang berada didalam belenggu ke kafiran, hingga mereka masuk dalam agama islam. MENDATANGI manusia yang berada dalam belenggu kemaksiatan, hingga mereka istiqomah di dalam jalan ke-taatan kepada Allah swt.

Begitu pula, metode usaha gerak dakwah dan tabligh ini. Untuk mengejar predikat ummat terbaik, ummat yang banyak memberi manfa’at untuk kebaikan manusia, para peker-ja dakwah dan tabligh ini di minta untuk keluar dari rumah, meninggalkan keluarga untuk se-mentara waktu, dalam rangka tugas MEN-DATANGI manusia, dan membawa mereka kedalam 4 usaha Rasulullah saw, sehingga mereka senang mengerjakan yang ma’ruf, dan meninggalkan perbuatan mungkar. Seba-gaimana Rasulullah mengusahakan hal ini kepada para shahabat. Seperti yang telah di terangkan di atas.

Keluar Di Jalan Allah Untuk Manusia Di Zaman Mereka

Ibnu Jarir Ath Thabariy di dalam kitab tafsirnya jilid 7 halaman 102, dalam rangka menafsiri surat Ali Imrom, ayat 110 di atas, menjelaskan :

وَقَالَ أَخَرُوْنَ : مَعْنَى ذَالِكَ " كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ
أُخْرِجَتْ لِلنّاَس إِذَ كُنتُمْ بِهَذِهِ الشُّرُوْطِ الَّتِيْ
وَصَّفَهُمْ جِلَّ ثَنَاؤُهُ بِهَا , فَكَانَ تَأوِيْلُ ذَالِكَ
عِنْدَهُمْ : كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ تَأمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ
وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرْ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ " أُخْرِجُوْا "
لِلنّاَسِ فِيْ زَمَنِكُمْ
“Para Ahli Tafsir yang lain berkata, arti ayat ini ialah ( Kalian adalah paling baiknya ummat yang di keluarkan untuk manusia, apabila kalian memenuhi syarat syarat yang telah di sifati oleh Allah Jalla Stanauhu, ini ) maka penjelsan ayat ini, menurut mereka ialah ; “Kalian adalah paling baiknya ummmat, yang menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah.Yang “ DIKELUARKAN ” untuk manusia, di Zaman kalian”.
Di dalam tafsir ini, ada kata , “ ukhrijuu ” yang artinya, “mereka dikeluarkan”. Sedang-kan di dalam ayat ini, Allah swt, menyebutnya dengan kata “ ukhrijat “. Ini berarti, bahwa kata “ukhrijat” di dalam ayat tersebut, menu-rut para ahli tafsir ini, tidak di tafsirkan dengan kata yang lain, tetapi di tetapkan pada dhohir-nya lafadh tersebut, yaitu ” dikeluarkan “. Sedangkan pola kalimat dalam ayat ini, berupa susunan dari fi’il ( predikat ) + naibul fa’il ( pengganti subyek ). Ini berar ti fa’ilnya ( sub-yeknya ) tidak di sebutkan. Subyeknya adalah Allah. Makna lengkapnya kurang lebih ; ” Kalian adalah ummat yang terbaik yang Allah keluarkan untuk memberi manfaat kepada manusia “.

Adalah sangat menggelikan, kalau ada ora-ng yang mengaku sebagai ahli ilmu yang tidak mengetahui adanya penafsiran seperti ini dari kalangan ulama’ salaf. Mereka mengatakan bahwa keluarnya jamaah tablihg, untuk ber-dakwah, menyuruh kepada yang makruf dan merubah dari yang mungkar, tidak bisa di katakana “ keluar dijalan Allah “ dengan ber-dalil pada dhohirnya ayat di atas. Sebab arti kata ukhrijat dalam ayat tersebut bukanlah “dikeluarkan untuk manusia “ tetapi “ di tampakkan untuk manusia “. Sungguh perkataan seperti ini hanyalah menunjukkan terbatasnya ilmu mereka tentang tafsir Al Qur an.
Di dalam kesempatan yang lain mereka ber-kata, bahwa kata “ khuruj “ di zaman Rasulul-lah hanyalah di pakai di dalam penyebutan keluar untuk jihad dalam arti perang saja. Sedangkan keluar untuk berdakwah tidak boleh dikatakan sebagai “ keluar di jalan Allah”. Sungguh perkataan seperti ini keluar dari pemahaman yang sempit tentang hakikat jihad dengan perang di zaman Rasulullah dan para shahabat. Mereka lupa, bahwa setiap pasukan yang keluar untuk berperang itu selalu di mulai dengan mendakwahi mereka kepada islam. Kalau mereka menerima islam, mereka tidak jadi di perangi. Bukankah menurut akal sehat ini menunjukkan , bahwa khuruj mereka untuk mendakwah mereka kepada islam. Bukan untuk berperang.


Dalam surat Ali Imron, ayat 110, Allah Swt, berfirman :

كُنتُمْ خَََيْرَ أمَّةٍ أخْرجَتْ للِنَّاس تَأمُرُوْنَ بِالمَعْرُوْفِ
وَتنْهَوْنَ عَن المُنْكَرِ وَتُومِِنُوْنَ باللهِ
“Kalian adalah ummat yang terbaik yang di keluarkan untuk manusia, menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar dan beriman kepada Allah”.

Dalam surat yusuf ayat 108 Allah swt berfirman :

قُلْ هذِهِ سَبِيْلِيْ أَدْعُوْ إِلَىَ اللهِ عَلَى بَصِيْرَةٍ أَناَ وَمَنِ اتَّبَعَنِى
“Katakanlah (Muhammad),”Inilah jalanku, aku Dan orang orang yang mengikutiku mengajak Kepada Allah dengan yakin”.

Ummat Terbaik di antara 69 ummat terdahulu


Di dalam Tafsir Ibnu Katsir, jilid halaman di sebutkan tentang hadits, riwayat, Ahmad, tirmidzi dan ibnu Majah, dari Mu`ad bin Jabal dan Abu Sa`id Al Khudriy tentang keutamaan ummat ini, diantara ummat sebelumnya. Dimana Rasulullah Saw, bersabda ;

أَ نتم تُوْفُوْنَ سَبْعِيْنَ أُ مَّةً أَ نتمْ خَيْرُهَا وَ أَ نتمْ أَكْرَمُ عَلَى اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ
“Kalian menyempurnakan 70 ummat, kalian- lah paling baiknya, dan kalian Yang paling mulia menurut Allah `Azza wa Jalla”.

Kemudian Ibnu Kastir berkata:” Kedudu-kan terbaik ummat ini, hanyalah di sebabkan kemuliaan Nabinya, yaitu muhammad Saw. Karena beliau adalah paling mulianya makh-luk di sisi Allah. Allah telah mengutusnya dengan membawa syari`at yang sempurna dan agung, yang tidak pernah diberikan kepada seorang nabipun dan seorang Rasulpun sebelumnya”. Selanjutnya beliau berkata :

فَالْعَمَلْ عَلَى مِنْهَاجِهِ وَسَبِيْلِهِ يَقُوْمُ الْقَلِيْلْ مِنْهُ مَا لاَ يَقُوْمُ الْعَمَلُ الْكَثِير مِنْ أَعْمَالِ غَيْرِهِمْ مَقَامَهُ
“Maka beramal dengan mengikuti cara dan jalannya, walaupun sedikit namun tidak dapat di samai oleh amalan yang banyak dari ummat selainnya”.

Inilah ummat terbaik di antara 69 ummat sebelumnya. Hal ini karena kemuliaan Nabi-nya, Muhammad Saw, dan kesempurnaan serta keagungan syari`atnya. Nabi di hantar di akhir zaman untuk manusia di seluruh alam sampai hari kiamat. Oleh karenanya tidak akan di utus lagi seorang nabi setelah beliau. Begitu pula, syari`at yang di bawa, adalah syari`at yang sempurna dan agung. Oleh karenanya tidak akan di turunkan lagi syari`at yang baru setelahnya.

Nabi Saw, telah wafat pada usianya yang ke 63 tahun. Padahal syari`atnya harus sampai kepada seluruh manusia di seluruh alam sampai hari kiamat. Maka ummat yang ke 70 inilah, yang mendapatkan tugas untuk meneruskan tugas Nabinya. Mereka manusia biasa, bahkan dari sisi fisik jauh lebih kecil dan lebih lemah daripada ummat terdahulu. Begitu pula, dari sisi umur jauh lebih pendek dari umur ummat terdahulu. Namun mereka men-dapatkan tugas sebagaimana tugas para nabi, bahkan tugas Nabi yang terahir, membawa syari`at yang sempurna dan agung keseluruh alam. Inilah kemuliaan ummat yang ke 70 ini diantara 69 ummat terdahulu.


Kholifatullahi, Kholifatu rusulihi, Kholifatu kitabihi

Ibnu `Ajibah, dalam kitab tafsirnya Bahrul Madiid, jilid I halaman 316, di dalam menaf-siri ayat ayat tentang ummat akhir zaman di atas, antara lain mengutip Hadits Rasulullah Saw, ; “ Sesunggguhnya Rasulullah Saw, dita-nya tentang siapa manusia yang terbaik, saat itu Rasulullah di atas mimbar, maka Rasulul-lah Saw, bersabda :

أ مِرُهُمْ بِالْمَعْرُوْفْ وَ أَ نهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَ أَوْصَلَهُمْ عَنِ الرَّحْمِ
“Yaitu, orang yang paling banyak menyuruh yang ma`ruf dan paling banyak mencegah yang mungkar, serta paling sering bersila tur- rohmi “.

Kemudian Rasulullah saw, bersabda lagi :

مَنْ أَمَرَ بِالْمَعْرُوْفِ وَنهَى عِنِ الْمُنْكَرِ فَهُوَ خَلِيْفَةُ اللهِ فِيْ أَرْضِهِ وَ خَلِيْفَةُ رُسُلِهِ وَ خَلِيْفَةُ كِتاَبِهِ
“Barangsiapa yang menyuruh kepada yang ma `ruf dan mencegah dari yang mungkar, ma- ka dia adalah kholifah Allah di muka buminya, kholifah para utusan-Nya dan kholifah dari kitab-Nya”.


Dakwah `Ala Minhajin Nubuwwah.

Selanjutnya, ayat yang terahir di atas, yaitu ayat ke 108 dalam surat yusuf, juga menjelaskan tentang tugas ummat akhir zaman, pengikut Rasulullah saw, bahwa mereka berada dalam satu jalan, satu manhaj dengan Nabinya, yaitu Berdakwah Kepada Allah dengan bashiroh, ( alasan yang nyata ) “.

Ibnu Jarir, dalam tafsir- nya, Jilid XVI halaman 292, berkata :

قَالَ اِبْنُ زَيْدٍ فِيْ قَوْلِهِ { قُلْ هَذِهِ سّبِيْلِيْ أَدْعُوْ اِلَى اللهِ عَلَى بَصِيْرَ ة ٍ } قَالَ " هَذِهِ سَبِيْلِيْ " : هَذَا أَ مْرِيْ وَ سُنَّتِيْ وَ مِنْهَاجِيْ { أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِيْ } قَالَ : وَحَقًّ وَاللهِ عَلَى مَن ِ اتَّبَعَهُ أَ نْ يَدْعُوَ اِلَى مَا دَعَى اِلَيْهِ وَيُذَ كِّرُ بِالْقُرْأَنِ وَالْمَوْعِظَةِ وَيَنْهَى عَنْ مَعَاصِي اللهِ

“Ibnu Zaid didalam menjelaskan firman Allah (Katakanlah, inilah jalanku, mengajak kepada Allah dengan bashirah) Dia berkata ;” Inilah jalanku “ maksudnya,”Inilah urusanku, sun- nahku dan minhajku (caraku). (Aku dan pengi- kutku ). Ibnu zaid berkata:”Demi Allah, wajib atas setiap pengikut beliau, berdakwah kepada apa yang di dakwah beliau, memberi peringatan dengan Al Qur`an dan memberi nasehat serta melarang dari maksiat kepada Allah “.

Asy Syaukaniy dalam kitab tafsirnya Fathul Qodir, jilid IV halaman 79, menjelaskan makna bashiroh, antara lain :

أَ يْ عَلَى حُجَّةٍ وَاضِحَةٍ , وَ الْبَصِيْرَ ةُ : اَلْمَعْرِفَةُ الَّتِيْ يَتَمَيَّزُ بِهَا الْحَقُّ وَ الْبَاطِلُْ
“Yakni, atas alasan yang nyata. Adapun yang di maksud dengan bashiroh, yaitu pengetahuan yang bisa membedakan antara yang haq dan yang batil ( yang benar dan yang salah ) .

وَقَالَ الْفَرَّاءُ : وَالْمَعْنَى " وَ مَنِ اتَّبَعَنِيْ " يَدْعُوْ اِلَى اللهِ كَمَا أَدْعُوْ وَ فِيْ هَذَا دَلِيْلٌ عَلَى أَنَّكُلَّ مُتبِعِ لِرَسُوْ لِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ حَقٌّ عَلَيْهِ أَ نْ يَقْتدِ يَ بِهِ فِيْ الدُّعَاء اِلَى اللهِ أَيْ : الدُّعَاءُ اِلَى الْاِ يْمَانِ بهِ وَ تَو ْحِيْدِه ِ وَ الْعَمَلِ بمَا شَرَعَهُ لِعِبَادِهِِ
Al Farro` berkata : makna ayat “ Dan orang yang mengikutiku “ : “dia berdakwah kepada Allah sebagaimana aku berdakwah”. (Asy Syaukaniy berkata):”Dan ini merupakan dalil, bahwa sesung-guhnya wajib atas setiap pengikut Rasulullah Saw, mengikuti beliau didalam berdakwah kepada Allah. Yakni : “Dakwah atas iman dan tauhid kepada Nya. Dan dakwah atas amal yang telah di syari`atkan
kepada hamba hamaba-Nya.

Ayat ini menjelaskan tentang tugas Nabi, Saw, dan tugas pengikutnya, yaitu ummat akhir zaman, yaitu berdakwah kepada Allah dengan alasan yang nyata. Dan berdakwah kepada Allah dengan bashiroh ini, merupakan jalan hidup, sunnah, dan minhaj Nabi Saw. Dan wajib kepada setiap pengikut beliau un-tuk mengikuti jalan hidup, sunnah dan minhaj ini. Yaitu berdakwah kepada Allah swt, yang mencakup ; dakwah kepada iman dan tauhid kepada Allah, serta dakwah kepada amal sholih, yaitu amalan yang telah di syari`atkan oleh Allah kepada hamba hambanya. Dengan jalan memberi peringatan dengan ayat ayat al Qur`an, dengan pemberian nashihat, dan dengan pelarangan terhadap perbuatan maksiat. Dan inilah yang di sebut dengan “ dakwah `ala mihajin nubuwwah “ menurut penjelsan tafsir di atas.

Inilah pula yang telah di duplikasi dari Rasulullah Saw dalam gerak Dakwah dan tabligh ini, yaitu berdakwah sebagaimana dakwah beliau. Mengajak manusia kepada Allah, yakni ; dakwah kepada iman, tauhid dan Amal Sholih, dengan cara memberi peri-ngatan dengan ayat ayat al Qur`an. Dengan wejangan dan nasehat yang baik mengajak manusia kembali kepada Allah. Dan melarang manusia bermaksiat kepada Allah. Inilah sebabnya, Gerak dakwah dan tablihg ini, di kenal dikalangan penggeraknya, sebagai dakwah `ala Minhajin Nubuwwah. Sesuai dengan dalil ayat dan tafsir yang telah di jelaskan di atas.


Dakwah Dengan Bashiroh


Asy syaukani diatas telah menjelaskan tentang makna berdakwah dengan bashiroh, yaitu berdakwah dengan alasan yang nyata, mengetahui dan menguasai betul apa yang di sampaikan, sehingga tidak bercampur antara kebenaran dan kebatilan dalam penyampaian materi dakwahnya. Begitupula mengetahui tentang keadaan mad`u ( orang yang di dak-wahi serta mengetahui dan menguasai cara atau mitode dalam berdakwah.

Syaikh Ibnu Ustaimin, dalam kitabud dak-wahnya jilid I halaman 174 - 175 ( lihat fatwa fatwa terkini, 2 / 277 – 278 ) berkata, dalam menjelaskan ayat 108 surat Yusuf di atas : “ Dakwah yang dimaksud adalah yang berlandaskanpada hujjah yang nyata ( penget-tahuan yang mapan ) ..... Pengetahuan ini adalah mengenai materi dakwah, kondisi mad`u ( orang orang yang di ajak ) dan metode dakwah. Pengetahuan tentang materi dakwah memerlukan ilmu, maka sang da`i tidak berbi-caraa kecuali tentang yang di ketauhinya bahwa itu adalah benar atau yang di duga kuat bahwa itu benar. Jika yang di serukan itu masih berupa dugaan bagaimana bisa ia menyeru kepada sesuatu yang ia sendiri tidak mengetahuinya ... “.

Fakhruddin Ar roziy dalam kitab tafsir Ka-birnya, jilid IX halaman 127 , setelah menjelas-kan makna bashiroh, mengatakan :

وَهَذَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّ الدُّعَاءَ اِلَى اللهِ تَعَالَى اِنَّمَا يَحْسُنُ وَ يَجُوْزُ مَعَ هَذّا الشَّرْطِ وَهُوَ أَنْ يَكُوْنَ عَلَى بَصِيْرَة ٍ مِمَّا يَقُوْ لُ وَعَلىَ هُدىً وَ يَقِيْنٍ

Dan ini menunjukkan, bahwasanya dakwah kepada Allah hanya menjadi baik dan boleh bersama syarat ini, yaitu di dalam berdakwah haruslah dengan bashiroh ( mengetahui dan menguasai ) apa yang di bicarakan dengan petunjuk serta dengan kemantapan.

Dari penjelasan beberapa tafsir di atas kita bisa mengetahui, bahwa yang dimaksud harus bashiroh dalamberdakwah, ialah harus me-ngetahuit dan menguasai tiga komponen dak-wah yaitu : Materi dakwah, kondisi mad`u ( orang yang di dakwahi ), dan cara atau me-toda dalam bedakwah.

Batasan menguasai materi dakwah, me-nurut Syaikh Ustaimin, yaitu : Hendaklah seorang da`i tidak berbicara kecualai tentang yang di ketahuinya bahwa itu adalah benar, atau yang di duga kuat bahwa itu benar.

Di dalam usaha dakwah dan tablihg ini, apabila satu jama`ah mau dikirim untuk ber-dakwah kesatu tempat ( keluar di jalan Allah), maka mereka tidak boleh berangkat sebelum di beri pesan pesan keberangkatan ( bayan hidayah ). Di dalam bayan hidayah ini di ingat-kan kembali tentang dasar dasar dakwah ( usul usul dakwah ), materi dakwah ( kalam dakwah ), cara atau mitode dalam berdakwah, meliputi ; cara berdakwah di mimbar ( adab adab bayan ) Cara berdakwah keliling kam-pung ( adab adab jaulah ), cara berdakwah kerumah rumah, kantor kantor, instansi instansi ( adab adab khususi ) Kemudian apabila nanti jama`ah sudah sampai ketempat tujuan, amir mereka diminta untuk bertanya kepada orang ketempatan, terutama tokoh masyara-katnya tentang kondisi masyarakat setempat atau kondisi mad`u ( ahwal ).

Begitupula, ketika mereka telah berada di jalan Allah, mereka hampir setiap hari ada program mudzakaroh ( diskusi ) tentang adab adab di atas. Bahkan sebagian besar mereka telah menghafalnya di luar kepala. Sehingga mereka mengetahui dan menguasai betul yang harus di lakukan di dalam menjalankan dak-wah ilallah. Inilah yang di maksud DAKWAH KEPADA ALLAH DENGAN BASHIROH sesuai dengan keterangan di atas.

Ulama` ahli dakwah dan tablihg ini telah memformat sedemikian rupa, bagaimana usaha dakwah dan tabligh ini berjalan di atas landasan al Qur`an dan sunnah, sesuai dengan pemahaman para salafush sholih. Dan dari sini kita semakin tahu tentang apa yang telah banyak di tulis oleh orang yang mengaku ahli ilmu, mengaku pengikut salafush sholeh, mereka menulis dalam banyak buku bahwa para pekerja dakwah dan tablihg ini, berdak-wah tanpa ilmu, tidak bashiroh, bodoh dan seterusnya. Sungguh semua itu merupakan tulisan dari ahli ilmu yang tidak tahu adab adab berdakwah, atau tidak bashiroh dalam berdakwah, sebab mereka bodoh tentang cara dakwah yang benar; mereka kasar dan cero-boh tidak ada kelembutan dan kasih sayang , tergesa gesa menuduh tanpa penelitihan yang jernih, menghantam saudara seperjuangan tanpa ilmu.

Sampaikan Walaupun Satu Ayat

Syaikh Ibnu Ustaimin, dalam kitabub dak-wahnya jilid 2 halaman 158 – 159 ( lihat fatwa fatwa terkini 2 / 269 ), di tanya, oleh seorang penanya : “Apakah berdakwah itu wajib atas setiap muslim dan muslimah, atau hanya wajib atas para ulama dan thalib `ilm ( penuntut ilmu syar`iy ) ? “ Beliau menjawab :

“Jika seseorang mengetahui betul dan menge-tahui permasalahan dengan yakin ( mantap ) apa yang di dakwahkan, maka tidak ada beda-nya apakah ia seorang ulama besar yang di akui kredibilitas dan kapabilitasnya atau seo-rang thalib `lmi yang serius atau hanya seorang awam, karena Rasulullah SAW, telah bersabda :
بَلِّغُوْا عَنِّيْ وَلَوْ أَ يَةً
Sampaikanlah apa yang berasal dariku walaupun hanya satu ayat.

“Tidak disyaratkan bagi seorang juru dak-wah untuk mencapai tingkat tinggi dalam segi keilmuan, tapi disyaratkan menguasai topik yang diserukannya. Adapun melaksanakannya tanpa ilmu, atau hanya berdasarkan kecende-rungan maka itu tidak boleh. Karena itulah kita jumpai sebagian orang yang berdakwah namun tidak memiliki ilmu kecuali hanya sedikit , terkadang karena kecenderungannya, mereka mengharamkan sesuatu yang sebe-narnya di halalkan Allah, atau menghalalkan sesuatu yang sebenarnya di haramkan Allah, atau mewajibkan sesuatu yang sebenarnya tidak diwajibkan Allah atas para hambanya. tentu ini sangat berbahaya”.

Dari jawaban Syaikh Ibnu Ustaimin di atas kita semakin mengetahui, bahwa yang dimak-sud berdakwah dengan bashiroh bukanlah seperti apa yang di pahami oleh sementara orang yang baru belajar ilmu, yang menga-takan bahwa orang awam tidak boleh berdak-wah karena yang boleh berdakwah itu hanya-lah ahli ilmu. Mereka memahami makna bashiroh dalam arti memiliki ilmu yang tinggi. Sedangkan orang awam, walaupun ia telah menguasai apa yang akan di sampaikan, telah bisa membedakan mana yang halal dan yang haram, mana yang
wajib mana yang sunnah, telah mengetahui kondisi mad`u dan cara dakwah, namun me-reka tidak mengizinkan orang awam seperti itu masuk dalam wilayah dakwah. Hanya karena tidak memiliki ilmu yang tinggi seperti yang mereka maksudkan. Sungguh ini sangat bertentangan dengan fatwa Syaikh Ibnu Ustaimin di atas.

Pendiri gerakan usaha dakwah dan tablihg ini, tidak pernah memberikan nama husus terhadap gerakan usaha ini. Beliau mengatakan ; “Seandainya saya mau memberi nama kepa-da usaha ini, saya akan beri nama “usaha menggerakkan iman “. Namun para pekerja dakwah sejak awal lebih pas kalau di sebut sebagai “ Jama`ah Tablihg “ karena nama ini berkaitan erat dengan hadits Rasulullah di atas. Di mana Rasulullah berpesan kepada seluruh ummatnya, baik yang `alim, yang banyak menguasai ayat ayat dan hadits, atau yang `awam yang hanya mengetahui satu ayat atau satu hadits,- untuk menyampaikan kembali kepada yang lain. Sedangkan usaha dakwah dan tablihg ini adalah untuk menjalankan pesan Rasulullah tersebut. Maka pantaslah kalau di dalamnya tidak hanya melibatkan kalangan ahli ilmu saja, justeru lebih banyak melibatkan orang awam, karena
memang mayoritas ummat ini adalah orang orang awam.


Bertabligh Untuk Ishlah Diri Ummat

Menyampaikan kembali apa yang datang dari Rasulullah Saw, kepada orang lain, memi-liki rahasia yang sangat besar dalam perbaikan diri ( ishlah diri ) ummat. Itulah salah satu rahasia dari sabda Rasulullah dalah hadits shohih di atas ; “ Sampaikan apa yang berasal dariku walaupun satu ayat “. Pesan ini di samping membuahkan tersebarnya ajaran Ra-sulullah keseluruh alam, juga akan menyebab-kan perbaikan ummat di seluruh alam,. Sebab Rasulullah dalam setiap kesempatan, sebagai-mana yang di riwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim , sering bersabda ;

فَلْيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَرُبَّ مُبَلِّغٍ أَوْعَى مِنْ سَامِعٍ
Hendaknya yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir. Sebab banyak yang menyampai-kan lebih sadar dari pada yang hanya mendengar.
Begitupula dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibnu Majah, dari Ibnu mas`ud Ra, dimana Rasulullah bersabda :

نَضَّرَ اللهُ امْرَ أً سَمِعَ مِنَّا شَيْأً فَيُبَلِّغَهُ كَمَا سَمِعَ فَرُبَّ مُبَلِّغٍ أَوْعَى مِنْ سَامِعٍ
Allah mengelokkan wajah seseorang yang men-dengar sesuatu dari kami lalu disampaikannya sebagaimana yang ia dengar. Sebab, banyak yang menyampaikan lebih sadar daripada yang hanya mendengar.

Kalau kita melihat redaksi hadits yang pertama diatas, di mana Rasulullah berpesan kepada yang hadir saat itu, untuk mentablihg-kan atau menyampaikan kepada yang tidak hadir. Kemudian setelah itu Rasulullah menje-laskan alasan kenapa harus bertabligh, yaitu karena “ kebanyakan orang yang menyampai-kan itu lebih sadar daripada yang hanya mendengar “. Dalam hadits ini, Rasulullah Saw, lebih menjelaskan manfa`at kerja tabligh untuk orang yang bertabligh daripada orang yang menerima tablig. Bahkan dalam hadits yang kedua diatas Rasulullah membe-ritahukan tentang perhatian Allah yang sangat besar kepada orang ahli tabligh, yaitu dengan mengelokkan wajah mereka sebagai kasih sayang Allah kepada mereka.

Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah menghendaki semua pengikutnya untuk turut ambil bagian dalam kerja tablihg ini, hal ini dapat dibuktikan dengan anjuran Rasulullah untuk menjalankan usaha tabligh ini dengan cara estafet “Hendaklah yang hadir menyam-paikan kepada yang tidak hadir “. Ini artinya tidak satupun di antara ummatnya yang di perbolehkan meninggalkan tabligh, apabila apa yang disampaikan oleh rasulullah telah sampai kepadanya. Hal ini dimaksudkan, karena baiknya ummat ini apabila mereka berada dalam usaha tabligh. Karena hidayah dan kasih sayang Allah lebih dulu diberikan kepada orang yang bertabligh. Sebagaimana di tunjukkan oleh dua hadits di atas.

Dari sinilah kita mengetahui, bahwa semua shahabat Rasulullah itu pekerjaan utamanya adalah “ bertabligh “ sebab merekalah yang pertama kali mendengarkan pesan Rasulullah ini, dan merekalah yang pertamakali mende-dengarkan apa yang datang dari Rasulullah Saw, maka merekalah yang pertama kali mentablighkan ( menyampaikan ) kepada orang yang belum mendengar apa yang datang dari Rasulullah Saw.

Mungkin, merekalah seharusnya yang per-tamakali bisa disebut sebagai “Jama`ah Tabligh “ , karena memang merekalah yang berada di shaf pertama dalam gerak dakwah dan tabligh, persis berada di belakang Rasulullah Saw, yang merupakan imam dak-wah dan tablihg ini. Sehingga pantaslah kalau mereka yang pertamakali lebih sadar , lebih kuat imannya, lebih meninggkat amal shole-nya lebih dulu mendapatkan hidayah dan kasih sayang Allah, dengan mengelokkan wa-jah mereka. Sehingga Allahpun ridho kepada mereka dan mereka ridho kepada Allah. Dan kita semua dianjurkan untuk mengikuti gerak mereka sebagai ma`mum di belakang mereka
untuk mendapatkan hidayah dan kasih sayang Allah yang serupa dengan mereka. Untuk mendapatkan ridho Allah yang serupa seperti mereka.

Dengan memperhatikan kedua hadits dan beberapa pejelasan diatas, kita jadi bisa memahami apa yang sering di bayankan oleh ulama’ ahli dakwah dan tablhg ini.

Syaikh Yusuf Rah.a, berkata : “Apabila sese-orang menghendaki sesuatu atau sifat sifat baik pada dirinya, maka dia harus tablighkan dulu kebaikan kebaikan tadi dengan sifat sifat”

Maulana Sa`ad berkata : “ Dakwah ini, akan menyebabkan orang mendapatkan hidayah. Tetapi yang pertama kali akan mendapatkan hidayah adalah orang yang berdakwah itu sendiri. Apabila seseorang ingin mendapatkan
sesuatu pada dirinya, maka sesuatu tadi harus didakwahkan dulu kepada orang lain”.

Dari sinilah metode atau manhaj perbaikan ummat secara menyeluruh itu bermula. Yaitu menjalankan pesan Rasulullah agar semua pengikutnya ikut mengambil bagian dalam kerja tabligh. Yakni menyampaikan apa saja yang datang kepada mereka, kepada orang lain yang belum mendengar. Dan begitu seterusnya sampai hari kiamat. Baik yang ahli ilmu atau yang awam. Baik yang banyak menguasai ayat atau yang hanya mengetahui
satu ayat saja. Sehingga tercapailah perbaikan seluruh ummat berkat usaha dakwah dan tabligh ini.

Dalam rangka tujuan inilah usaha dakwah dan tabligh ala Rasulullah dan para shahabat ini di hidupkan kembali oleh mujtahid dakwah dan perbaikan ummat, di abad ini. Jutaan ummat di seseluruh penjuru bumi ini telah ikut mengambil bagian dalam kerja tabligh ini. Untuk menjalankan tugas ini,mereka telah mengorbankan sebagian waktu dan hartanya, untuk keluar di jalan Allah dan mengajak orang lain untuk ambil bagian dalam menjalankan pesan Rasulullah ini. Sehingga dengan cara ini seluruh ummat baik yang Ulama` atau orang awam di seluruh alam akan mudah mengambil bagian dalam usaha ini. Dengan demikian perbaikan ummat secara menyelu-ruh akan tercapai.


Dakwah, Menyelamatkan Ummat Dari Kerugian

Selanjutnya, kita akan bermudzakaroh, tentang usaha dakwah dalam ungkapan bahasa yang lain lagi. Didalam surat Al `Ashr, Allah Swt, memberitahukan kepada kita tentang nasib manusia. Yaitu, bahwa manusia akan selalu berada dalam kerugian, kecuali orang orang yang memiliki empat sifat ; Allah Swt, berfirman :

وَالْعَصْرِ , اِنَّ الْاِ نْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ , اِلاَّ الَّذِيْنَ أَمَنُوْا وَعَمِلُ الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Demi masa. Sesungguhny a manusia itu benar benar berada dalam kerugian.Kecuali orang orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh, dan nasehat menasehati supaya menta`ati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.

Didalam tafsir As Sa`diy, jilid I halaman 924 dijelaskan :

“ Oleh karenanya,Allah meratakan kerugian ke setiap manusia kecuali orang yang meliki 4 sifat. 1. Beriman kepada apa yang telah di-
perintahkan oleh Allah untuk diimani dan iman tidak akan ada tanpa ilmu, iman cabang ilmu, iman tidak sempurna tanpa ilmu. 2. Be-ramal sholeh, - dan ini mencakup seluruh per-buatan baik, yang dhohir dan yang bathin, yang berkaitan dengan hak Allah dan hak manusia, yang wajib dan yang sunnah. 3. Sali-ng menasihati dalam mentaati kebenaran, yai-tu ; iman dan amal sholeh. Sebagian mereka menasehati sebagian yang lain dalam mentaati kebenaran, memberikan dorongan dan mem-
berikan semangat. 4. Saling menasehati da-lam menetapi kesabaran.- yaitu kesabaran dalam mentaati Allah, kesabaran dalam me-ninggalkan maksiat kepada Allah, dan kesaba-ran dalam menghadapi takdir yang menya- kitkan “.

“Maka dengan 2 perkara yang pertama manusia menyempurnakan keadaan dirinya sendiri, dan dengan 2 perkara berikutnya, ia menyempurnakan keadaan orang lain. Maka dengan kesempurnaan 4 perkara ini, manusia menjadi selamat dari kerugian, dan mendapat-kan keuntungan yang besar ”.

Dari surat al Ashr dan tafsir di atas, kita mengetahui, bahwa tidak ada seorang manu-siapun yang selamat dari kerugian kecuali melakukan dua usaha. Petama; “ usaha untuk kesempurnaan dirinya, dan yang kedua; usaha untuk kesempurnaan orang lain “ . Usaha untuk kesempurnaan dirinya, yaitu, dengan mewu-judkan agama yang sempurna didalam diri-nya yang berupa iman dan amal sholeh. Usaha untuk kesempurnaan orang lain, yaitu usaha mewujudkan agama yang sempurna kepada diri orang lain dengan cara menyampaikan pentingnya iman dan amal sholeh kepada orang lain dengan penuh kesabaran.

Menurut keterangan ayat diatas, kedua usaha ini tidak bisa dipisahkan. Orang yang hanya berusaha untuk mewujudkan agama yang sempurna pada dirinya, tanpa berusaha memewujudkannya pula kepada orang lain, masih tergolong orang yang merugi. Dari sinilah kita memahami bahwa usaha dakwah akan menyelamatkan ummat dari kerugian.

Demikian pula usaha dakwah dan tabligh ini, adalah merupakan usaha untuk mereali-sasikan kandungan surat al Ashr diatas. Dan usaha dakwah dan tablihg di ayat ini di ungkapkan oleh Allah dengan mengguna-kan lafadh “taushiyyah“ memberikan wasiyat. “tawashaw “ saling memberikan wasiyat.

Mereka keluar dijalan Allah dengan tuju-an pertama untuk islah diri.Yaitu memperbaiki iman dan amal sholeh yang ada pada diri mereka. Inilah yang disebut dengan usaha untuk kesempurnaan diri, sebagaimana dalam
keterangan tafsir diatas. Dan tujuan yang kedua adalah untuk mengajak orang lain agar melakukan islah diri seperti mereka, yaitu mengajak orang lain memperbaiki iman dan amal sholeh mereka. Inilah yang dimaksud dengan usaha untuk kesempurnaan orang lain, dalam tafsir diatas.

Dengan demikian, dapatlah disimpulkan, bahwa usaha dakwah dan tabligh ini, adalah merupakan usaha menyelamatkan ummat secara menyeluruh dari kurugian dunia dan akhirat. Dan usaha membawa mereka kepadaberuntungan yang besar di dunia dan akhirat.




Agama Dan Usaha Atas Agama.

Didalam surat al Ashr ini pula, di ambil ungkapan yang di kenal di kalangan para pe-kerja dakwah dan tablgh ini, yaitu “agama dan usaha atas agama “. Agama, merupakan kum-pulan dari iman dan amal sholeh. Usaha atas agama, adalah usaha untuk mendakwahkan pentingnya iman dan amal sholeh tersebut.

Iman dan amal sholeh merupakan ungkapan yang sering terulang di dalam Al Qur’an. Allah Swt, mengungkapkan seluruh amalan agama yang sempurna dalam Al Qur`an, hanya dengan dua kata ini; “ Iman dan amal sholeh “. Didalam dua kata ini, termuat 5 komponen agama islam. Karena didalam kata amal sholeh, sebagaimana dalam tafsir As Sa`diy diatas. Mencakup 4 amalan, yaitu ; 1. Ibadah. 2. Mu`amalah. 3. Mu`asaroh. Dan 4. akhlak.

Yang pertama merupaka ibadah mahdhoh ( ibadah langsung ); ( sholat, puasa, zakat, haji ) dan 3 berikutnya merupakan ibadah ghoiru mahdhoh ( ibadah tidak langsung ). Dengan demikian,yang dimaksud dengan agama yang sempurna adalah sempurnanya 5 komponen agama dalam diri seseorang. Yang terdiri dari ; 1. Iman. 2. ibadah. 3. Mu`amalah. 4. Mu`asyarah. Dan 5. Akhlak.

Dan, untuk wujudnya agama yang sempur-na ini dalam setiap diri ummat, haruslah mereka bersama sama melakukan usaha atas agama. Yaitu Dengan melakukan usaha dak-wah dan tablihg secara berjamaah dan berke-sinambungan. Bahkan apabila usaha atas agama ini di halang halangi, atau di ganggu, maka usaha yang terahir adalah melakukan jihad bil qital ( jihad perang ). Apabila ummat islam telah memiliki kekuatan untuk itu.

Periode Mekkah, Periode Madinah.

Apabila kita melihat sejarah perkembangan dakwah islam di zaman Rasulullah, dan para shahabat. Maka kita akan melihat bagaimana Allah Swt memberikan tahapan kepada Rasulullah Saw, di dalam melakukan usaha atas agama (dakwah ), pada saat itu. Pada masa permulaan islam, di mekkah, Rasulullah Saw, baru di perintah untuk melakukan usaha dakwah atas iman. Ayat ayat yang turun kepada beliau pada masa masa itu, adalah ayat ayat yang berkaitan dengan keimanan kepada Allah Swt. Belum turun ayat ayat yang berkaitan dengan amal sholeh. Selama 13 tahun di mekkah, Rasulullah diperintah oleh Allah untuk melakukan usaha atas iman saja. Karena pentingnya perkara iman ini, untuk mengusahakannya Rasulullah memerlukan waktu selama 13 tahun. Itulah yang disebut sebagai priode Mekkah.

Adapun usaha atas amal sholeh, yang berupa ibadah, mu`amalah, mu`asyaroh dan akhlak, walaupun jumlahnya lebih banyak, namun Rasulullah telah menyelesaikan tugas-nya dengan sempurna dalam hal ini,hanya dalam jangka waktu 10 tahun saja, setelah hij-ra ke Madinah. Itulah yang di sebut sebagai priode Madinah. Hal itu di sebabkan, bahwa usaha atas iman ini, merupakan usaha atas akar. Sedangkan usaha atas amal sholeh, merupakan usaha atas cabang.

Setelah 13 tahun akar yang berupa iman ini di usahakan, dirawat dan di bentuk di mek-kah Maka, pohon, cabang, ranting, daun, bunga dan buah yang berupa amal sholeh ini tumbuh subur dan mapan di madinah. Dengan iman, mereka para shahabat, menjadi sangat takut dan ta`at kepada Allah. Mereka merasa-kan seakan akan selalu di awasi dan dilihat oleh Allah. Dalam keadaan seperti itulah baru Allah menurunkan perintah dan larangannya. Sehingga mereka para shahabat dapat melaku-kan perintah perintah Allah dan menjahui larangan larangannya dengan senag hati dan suka rela. Bahkan puncaknya mereka mencin-tai mati syahid di jalan Allah. Ini semuanya merupakan buah dari iman, yang telah di usa-hakan oleh Rasulullah Saw, dalam waktu yang cukup lama di mekkah.

Dengan demikian tahulah kita, bahwa mek-kah dan madinah merupakan ungkapan lain dari iman dan amal sholeh. Iman di perjuang-kan di mekkah sedangkan amal sholeh di nik-mati di madinah. Mekkah dan madinah ada-
lah lambang perjuangan agama islam yang sempurna.

Di dalam usaha dakwah dan tabligh yang di hidupkan kembali di abad ini tidak lepas dari tahapan dan metode ini. Mereka berusa-ha bagaimana iman mereka menjadi segar dan kuat. Dengan meninggalkan rumah dan keluarga untuk sementara waktu, kemudian memfokuskan diri di rumah Allah, mengusa-hakan penyegaran iman, dengan menjalankan 4 amalan Rasulullah Saw, yaitu dengan mem- perbanyak membicarakan kebesaran Allah, keabadian akhirat, kenikmatan surga, penderi-taan akhirat dan mendakwahkannya kepada orang lain. Kemudian menkaji Al Qur`an dan sunnah. Baik yang berhubungan dengan jan-ji janji Allah di dalam amalan yang di perintah-kan Allah, atau yang berkaitan dengan anca-man Allah di dalam perkara perkara yang di larang Allah. Begitu juga dengan menjaga a-malan harian, baik yang wajib maupun yang sunnah ,menjaga adab adab sunnah selama 24 jam, menjahui maksiat seluruh anggota badan. Kemudian berkhidmad satu sama lain, saling menghormati dan menyayangi.

Semua ini, dalam ,rangka ,menyiram dan memupuk iman, supaya menjadi segar dan ku- at kembali. Kemudian manakala iman telah menjadi segar dan kuat kembali maka, semua amal amal sholeh yang di perintahkan oleh Allah menjadi mudah di amalkan dan menjadi kesenangan di hati. Begitu pula hal hal kemak-siatan akan mudah di tinggalkan, dan menjadi kebencian didalam hati. Sehing ga agama yang sempurna, yang berupa ; iman, ibadah, mu`-amalat, mu`a’ syaroh dan aklak, wujud di da-lam kehidupan mereka. Kemudian berusaha
pula mengajak orang lain bagaimana mereka juga melakukan hal serupa, sehingga agama yang sempurna wujud pula dalam kehidu-pan mereka.

Inilah hakikat usaha dakwah dan tabligh, sebagai pengamalan dari ayat ayat Allah da- lam surat al Ashr diatas. Adakah usaha ini me-lisihi Al Qur`an dan sunnah dalam pemaha -man salafush sholeh ? Adakah metode usaha
dakwah dan tabligh ini berseberangan dengan metode usaha dakwah dan tabligh yang per-nah di usahakan oleh Rasulullah dan para shahabat ? Silahkan baca kembali kitab kitab tafsir mu`tabaroh, dan kitab kitab siroh saha-
bat terpercaya sebelum bertaqlid kepada sese-orang yang mengaku mengikuti paham para sahabat namun tidak mengikuti akhlak para shahabat.


Amal infirodiy dan Amal Ijtima`iy


Dari surat al `Ashr ini pula, di ambil istilah “amal infirodiy dan amal ijtima`iy“( amal individu dan amal kolektif ), yang di jadikan istilah dalam pembagian amalan dalam usa-ha dakwah dan tabligh ini. Usaha pengama-lan iman dan amal sholeh, dalam kehidupan pribadi, di sebut sebagai amalan infirodiy. sedangkan usaha untuk menjadikan orang lain bisa mengamalkan iman dan amal sho-leh di sebut sebagai amalan ijtima`iy

Abu bakar al Buqo`iy, didalam kitab tafsir-nya Nadhmudz Dzurur, jilid 10 halaman 4 dalam menafsiri surat al Ashr ini, berkata ;

وَلَمَّا كَانَ الْاِنْسَانُ بَعْدَ كَمَالِهِ فِيْ نَفْسِهِ بِالْأَعْمَالِ لاَ يَنْفِيْ عَنْهُ مُطَلَقُ الْخُسْرِ اِلاَّ بِتكْمِيْلِ غَيْرِِه ِ , وَ حِيْنَئِذٍ يَكُوْنُ وَارِثاً لِأَنَّ الْأَنبِيَاءَ عَلَيْهِمُ الصَّلاَ ةُ وَ السَّلاَم ُ بُعِثُوْا لِتكْمِيْلٍ . وَكَانَ الدِّيْنُ لاَ يَقُوْمُ وَ اِذَا قَامَ لاَ يَتِمُّ اِلاَّ بِالْاَمْرِ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيِ عَنِ الْمُنْكَرِ النَّاشِئِ عَنِ النُّوْرِ الْقَلْبِ , وَلاَ يَتأَ تَّى ذَالِكَ اِلاَ باِ الْاِجْمَاعِ
Oleh karena manusia, walaupun telah menyem-purnakan dirinya dengan iman dan amal sholeh, belum juga bisa terlepas dari kerugian, kecuali de-ngan jalan berusaha menyempurnakan diri orang lain,- maka itu artinya, ia sebagai pewaris ( para nabi ). Karena Para Nabi As, di utus untuk me-nyempurnakan diri manusia. Awalnya agama ini tidak tegak. Dan apabila agama ini tegak, maka te-gaknya tidak akan sempurna kecuali dengan amar ma`ruf dan nahi mungkar yang lahir dari cahaya hati. Dan ini tidak mudah dilaksanakan kecuali dengan cara “ I j t i m a`i y “ ( di lakukan bersama sama).

Dengan penjelasan tafsir di atas, semakin jelas kepada kita bawa di dalam amalan agama ini ada yang di jalankan secara infirodiy (sen- diri sendiri ) dan ada yang harus dikerjakan secara ijtima`iy ( berjama`ah ) , termasuk di antaranya didalam pelaksanaan usaha dak-wah dan tabligh, ini.

Di dalam pelaksanaan keluar di jalan Allah, amalan yang terprogram di dalamnya juga terbagi dua, yaitu amalan infirodiy dan amalan ijtima`iy.

Dakwah Dengan Lemah Lembut
Dan Penuh Kasih Sayang

Disamping hal diatas, didalam surat al-Ashr ini mengandung perintah untuk melak-sanakan dakwah serta amar ma`ruf dan nahi mungkar dengan penuh lemah lembut dan ka-sih sayang. Karena Allah Swt, menggunakan kata washiyat di dalam perintah dakwah didalam surat ini. Sebagaimana hal ini di jelas-kan oleh Abu bakar al Buqo`iy pada terusan penafsirannya diatas; yaitu :

وَ احْتِيْرَ التَّعْبِيْرِ باِلْوَصِيَّةِ اِشَارَةً اِلَى الرِّفْقِ فِيْ الْأَمْرِ باِلْمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيِ عَنِ الْمُنْكَرِ وَ ا سْتِعْمَالُ الَّيْنِ بِغَايَةِ الْجُهْدِ
Di dalam ayat ini dipilih kata “ washiyat”. Hal ini mengisyaratkan,bahwa amar ma`ruf dan nahi mungkar harus dilakukan dengan kelembutan, dan bahkan kelemah lembutan ini harus di upayakan sampai pada batas puncaknya.


hal ini di jelaskan pula oleh Allah didalam surat Ali Imron, ayat 159, :

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللهِ لِنْتَ لَهُمْ وَ لَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَنْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah, kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.

Begitu pula Allah menjelaskan hal ini da-lam surat Thaha, ayat 44 ; yaitu ketika Allah memerintahkan Musa As, dan Harun As, untuk menemui fir`aun :

فَقُوْ لاَ لَهُ قَوْ لاً لَيِّناً لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
Maka berbicarah kamu berdua kepadanya deng-an kata kata yang lemah lembut mudah mudahan ia ( Fir ‘aun ) menjadi ingat dan takut.

Dalam hal ini pula, didalam riwayat Mus-lim Rasulullah Saw, bersabda :

اِنَّ اللهَ رَفِيْقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ يُعْطَى عَلَى الْعِنَفِ
Sesungguhnya Allah Maha Lembut, mencintai kelembutan. Dia memberikan kepada yang lembut apa yang tidak diberikan kepada yang kasar.

Begitu pula, di dalam hadits yang diriwa-yatkan oleh Bukhori dan Muslim Rasulullah Saw, bersabda :

يَسِّرُوْ ا وَ لاَ تُعَسِّرُوْ ا وَ بَشِّرُوْ ا وَ لاَ تُنَفِّرُوْ ا فَاِ نَّمَا بُعِسْتمْ مُيَسِّرِيْنَ وَ لَمْ تُبْعَثُوْ ا مُعَسِّرِ يْنَ
Hendaklah kalian bersikap memudahkan dan ja-ngan menyulitkan. Hendaklah kalian membuat gembira, dan jangan membuat mereka lari. Karena sesungguhnya kalian diutus untuk mempermudah dan bukan untuk menmpersulit.

Keterangan ayat ayat al Qur`an, hadits dan tafsir di atas berkaitan dengan cara dan meto-de dalam berdakwah. Dan metode dalam dakwah menurut penjelasan al Qur’ an dan sunnah di atas, haruslah dengan cara lemah
lembut. Bahkan ketika menghadapi orang se-perti Fir`aun sekalipun.

Begitu pula metode yang di anjurkan di dalam usaha dakwah dan tabligh ini. Para pe-kerja dakwah , dalam menjalankan usaha ini, mereka lebih mengacu kepada apa yang di tunjukkan oleh Allah dan Rasul-Nya, di dalam menjalankan tugas ini. Yaitu datang kepada manusia dengan penuh sifat kasih sayang dan kelemah lembutan. Dan ini salah satu tanda bashiroh di dalam berdakwah, yang artinya mereka berdakwah berdasarkan atas ilmu. Sedangkan mereka yang berdakwah dengan kasar, keras, mencerca, menuduh, menghancurkan kehormatan sesama muslim,- mereka berdakwah tidak dengan bashiroh. Artinya mereka berdakwah tidak berlandaskan
ilmu, walaupun dirinya telah mengaku se-bagai ahli ilmu. ( lihat fatwa Syaikh Ibnu Ustaimin dalam fatwa fatwa terkini; 2 / 279 ).

Dari sini pula, kita dapat memahami, kena- di dalam usaha dakwah dan tabligh ini, yang nampak kepermukaan seolah olah hanya mela-kukan amar ma`ruf saja, sedangkan nahi mu-ngkar tidak. Akan tetapi pada kenyataannya
berapa banyak ahli kemungkaran yang telah bertobat di tangan mereka. Hal ini, karena cantiknya mereka, bermain dalam kelemah lembutan didalam nahi mungkar sekalipun. Sehingga nampaknya mereka tidak melakukan nahi munkar. Inilah yang di maksudkan dalam tafsir diatas ;( wasti’malul laini bighoya-til juhdi) “mempergunakan kelemah lembu-lan sampai pada batas puncaknya “ di dalam nahi mungkar, sehingga seolah olah tidak per-nah melakukan nahi mungkar. Namun pa-da kenyataannya, dengan metode ini, jutaan manusia telah berhenti dari perbuatan mung-karnya dan kemudian menjadi penolong aga-ma Allah, atas hidayah Allah.

Syaikh Yusuf Rah.a, ditanya, “ kenapa me-lakukan nahi mungkar tidak dengan Meng-hancurkan kemaksiatan . Beliau menjawab ; “ Karena hadits yang mejelaskan hal ini bunyi-nya demikian :

مَنْ رَ أَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْ هُ بِيَدِهِ فَاِنْ لَمْ يَسْتطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَاِنْ لَمْ يَسْتطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَ ذَالِكَ أَضْعَفُ الْاِ يْمَانِ
Barangsiapa diantara kalian melihat suatu ke-mungkaran , maka hendakalah ia merubahnya dengan tangannya, jika tidak bisa maka dengan lisannya, dan jika tidak bisa, maka dengan hatinya, itulah selemah lemahnya iman.

Jadi perintahnya di sini merubah, bukan menghancurkan”. Sedangkan merubah manu-sia dari perbuatan mungkarnya kepada ta`at, menurut al Qur an dan Sunnah di atas, yang paling efektif dengan kelemah lembutan dan kasih sayang. Sedangkan Allah lebih menge-tahui keadaanhamba hamb -Nya. Wallahu a`lam .


Kalam Dakwah

Setelah kita mudzakarohkan kandungan surat al Ashr diatas, yang berkaitan dengan iman dan amal sholeh serta usaha mentaushiy-yahkan iman dan amal sholeh ini kepada orang lain. Kali ini kita akan lebih memfokus-kan pembahasan kandungan surat ini, dalam kaitannya dengan kalam dakwah.

Sebenarnya kata iman dan amal sholeh ini telah tercakup di dalam kalimat tauhid atau kalimat thoyyibah,yaitu kalimat ; “la ilaha illallahu Muhammadurrosulullah “.kata “La-ilaha illaLlah ”, merupakan kalimat i m a n . Sedangkan kata Muhammadur Rasulullah, me-rupakan kalimat a m a l. Maksudnya, kita telah beriman kepada Allah dan seluruh apa yang di informasikan oleh Allah didalam ki-tabnya-Nya, baik berupa aqidah, maupun atu-ran aturan yang mencakup perintah dan lara-ngan-Nya. Dan semua itu kita laksanakan ( amalkan ) hanya dengan contoh dan Cara Rasulullah Saw. Kalimat inilah yang harus menjadi urutan pertama dan utama di dalam kalam dakwah. Artinya di dalam menyam-paikan dakwah, haruslah dimulai dari perkara yang paling penting, kemudian yang penting, dan seterusnya.

Sebagaimana di dalam rukun islam , dua kalimat syahadat merupakan rukun yang pertama. Karena dua kalimat syahadat ini merupakan pondasi dari 4 rukun islam berikutnya. Karena di dalamnya terdapat persaksian kita tentang tauhid ibadah dan tauhid panutan dalam beribadah. Di dalam kalimat ini kita telah bersaksi : “Aku ber saksi bahwa tidak ada satupun tuhan (yang berhak disembah dengan benar) melainkan Allah. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu utusan Allah. Maknanya : Sebagaimana, kita tauhidkan Allah di dalam beribadah kepada-Nya, demikian juga kita tauhidkan Muhammad Saw, didalam mengikutinya, bahwa tidak ada yang kita ikuti kecuali beliau Saw,

Syaikh Ibnu Ustaimin, didalam buku fatwa fatwa terkini, 2 / 268, menjawab pertanya-an yang berkaitan dengan kalam dakwah ini . Seeorang bertanya “Jika seseorang hendak mendakwahi orang lain, bagaimana ia memu-lai dan apa yang dibicarakannya ? Beliau menjawab :

Tampaknya, bahwa yang dimaksud oleh penanya adalah mengajak orang lain kejalan Allah. Berdakwah harus dengan hikmah, nase-hat yang baik, sikap lembut, tidak kasar dan tidak mencela, memulai dengan yang paling penting lalu yang penting, sebagaimana yang di pesankan oleh nabi Saw, ( bayan hidayah, pen. ), apabila beliau mengutus para utusan-nya keberbagai pelosok negeri ( keluar di jalan Allah, pen. ), beliau menyuruh mereka untuk memulai dengan yang lebih penting lalu yang penting. Kepada mu`adz bin Jabal saat beliau mengutusnya ke Yaman beliau berpesan :

فَادْعُهُمْ اِلَى شَهَادَةِ أَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَ أَ نِّيْ رَسُوْ لُ اللهِ , فَاِنْ هُمْ أَطّاعُوْ ا لِذَالِكَ فَاعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ افْترَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَو َا تٍ فِيْ كُلِّ يَوْمٍ وَ لَيْلَةٍ ,
فَاِنْ هُمْ أَطَاعُوْا لِذَالِكَ فَاعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ افْترَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْ خَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ فِيْ فُقَرَا ئِهِمْ ( رواه البخاري و المسلم ).
Ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tiada tuhan (yang berhak disembah )selain Allah, dan bahwa sesungguhnya aku adalah utusan Allah. Setelah mereka mematuhi itu, beritahulah mereka bahwa sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas mereka pelaksannan lima kali shalat dalam seha-ri semalam. Setelah Mereka mematuhi itu, beri-tulah mereka bahwa sesungguhnya Allah telah Mewajibkan zakat atas mereka yang diambil dari yang kaya untuk disalurkan Kepada yang miskin di antara mereka.
( HR. Bukhori dan Muslim )

Yaitu memulai dengan yang paling penting lalu yang penting dengan memilih kesempatan waktu dan tempat yang tepat dan sesuai untuk
Berdakwah``.

Dari beberapa penjelasan diatas, kita me-ngetahui bahwa didalam berdakwah kepada orang lain kita dianjurkan untuk memulainya dari yang paling penting kemudian yang pen-ting dan seterusnya. Sebagaimana pesan Rasu- lullah saw diatas. Begitupula sebagaimana urutan di dalam surat al Ashr diatas Allah Swt, menyebutkan kata “ Iman “ dahulu, baru “ amal sholeh “. Sebagaimana pula, urutan didalam tahapan dakwah Rasulullah Saw. yaitu pada periode mekkah, dakwah atas “ Iman “ pada periode Madinah, penekanan-nya , dakwah kepada amal sholeh.

Di dalam usaha dakwah dan tabligh ini, di dalam penyampaian “ b a y a n “, di syaratkan untuk mengikuti alur seperti yang ditunjukkan oleh Al Qur`an dan sunnah ini. Yaitu dimulai dari penyampaian tentang pentingnya iman kemudian tentang pentingnya amal sholeh dan yang terahir tentang pentingnya me-nyampaikan iman dan amal sholeh ini kepada orang lain. Sebagaimana alur kalam dalam surat al Ashr diatas.

Dengan materi yang terahir ini, yakni me-nyampaikan pentingnya dakwah kepada iman dan amal sholeh, akan terjadi estafet dakwah. Hal inilah yang, sering dilakukan oleh Rasulullah Saw, apabila beliau telah selesai menyampaikan ilmu yang datang dari Allah kepada para shahabat, beliau seringkali berpesan : “ Hendaklah yang hadir menyam-paikan kepada yang tidak hadir “ termasuk pesan terahir beliau ketika peristiwa haji wada` sebagaimana yang telah di mudzaka-rohkan di atas.


Enam Sifat Shahabat

Di dalam usaha dakwah dan tabligh ini, ada enam perinsip yang sangat penting yang di kenal dengan 6 sifat shahabat. Enam sifat shahabat ini sebenarnya, merupakan jati diri mereka, sebagai hasil dari tarbiyah Rasulullah kepada mereka, di sebabkan keterlibatan mere-ka dalam 4 usaha Rasulullah Saw, sebagai-mana telah di jelaskan dalam mudazakaroh sebelumnya.

Dengan demikian, enam sifat shahabat ini, merupakan ringkasan atau kesimpulan dari isi kandungan Al Qur`an dan sunnah yang telah diajarkan dan di tarbiyahkan Rasulullah kepa-da mereka. Dan lebih hususnya lagi, 6 sifat tersebut mewujud pengamalan dari kandu-ngan surat al Ashr diatas. Karena surat Al Ashr tersebut merupakan kesimpulan dari seluruh isi kandungan Al Qur`an. Sebagai-mana yang pernah dikatakan oleh imam Syafi`iy.

Ulama` ahli dakwah dan tabligh ini, meng-gali dari Al Qur`an dan sunnah, bagaimana caranya ummat di akhir zaman ini, dapat dengan mudah memahami dan mengamalkan Al Qur`an dan sunnah sesuai dengan pemahaman dan pengamalan para shahabat ra. Atau yang biasa disebut sebagai pemaha-man dan pengamalan salafush sholeh. Maka dari hasil penggalian ( baca; ijtihad ) tersebut, lahirlah 6 sifat shahabat ini. Yaitu :

1).Yakin kepada kalimat thayyibah La ilaha
illallah Muhammadur Rasulullah
2). Shalat khusyu` wal khudhu`
3). Ilmu ma`a dzikir
4). Ikromul Muslimin
5). Tashhihun niyyah (ikhlas)
6). Dakwah dan Tabligh.

Yakin kepada kalimat thoyyibah, berada pada urutan pertama, sebagaimana kata “ama-nu “ “orang orang yang beriman “ berada pada urutan pertama dalam surat al Ashr. Sebagaimana pula dua kalimat syahadat be-rada pada urutan pertama didalam rukun islam. Begitupula ayat ayat yang berkaitan dengan keimanan , yang pertamakali di turunkan oleh Allah di kota mekkah. Hal ini menunjukkan bahwa para shahabat ini, tidak saja telah mampu memasukkan Iman yang sempurna - yang merupakan inti dan pokok isi kandungan al Qur`an’ -kedalam diri mereka, tetapi mereka juga telah di jadikan model oleh Allah Swt, sebagai panutan setelah Rasulullah, kepada generasi mukmin berikutnya, didalam hal keimanan mereka kepada Allah Swt.

Urutan nomor 2 sampai nomor 5 , meru-pakan kesimpulan dari seluruh “amal Sholeh” Sebagaimana kata “wa `amilush sholihat “ “Dan orang orang yang beramal sholeh “ menjadi urutan yang kedua di dalam surat al Ashr. Sebagaimana rukun islam yang ke 2 sampai yang ke 5 , juga merupakan inti dari seluruh amal sholeh. Sebagaimana pula ayat ayat al Qur`an yang diturunkan di Madinah membawa perintah seputar amal sholeh. Hal ini menunjukkan bahwa para shahabat dengan keimanannya yang sempurna yang telah di tarbiyyah oleh Rasulullah di mekkah, telah berhasil mengamalkan seluruh perintah Allah dan menjahui larangan-Nya – yang merupakan kandungan dari ayat ayat al Qur`an yang di turunkan di madinah,- dengan rela dan senang hati.

Amal sholeh yang paling utama setelah iman adalah sholat. Itulah makanya, sholat di dalam rukun islam berada dalam rukun yang ke 2 setelah syahadat. Begitupula perintah sholat kepada Rasulullah dan para shahabat terjadi setelah berahirnya periode Mekkah ( periode iman ) dan mau memasuki periode madinah ( periode amal ). Ini menunjukkan bahwa para shahabat, sebelum mendapatkan perintah menjalankan amal sholeh yang lain setelah tarbiyah iman yang panjang,- mereka terlebih dahulu menerima perintah sholat lima waktu. Dan karena bekal iman yang telah sempurna, maka para shahabat dapat melaksanakan perintah sholat lima waktu ini, dengan penuh khusu` dan khudu`. Inilah makanya, sholat khusu` dan khudu` ini berada pada urutan yang ke 2 dalam 6 sifat shahabat diatas.

Setelah perintah sholat lima waktu, kemu-dian secara beruntun Allah Swt menurunkan perintah perintah yang lain demikian juga larangan larangan, setelah Rasulullah bersama para sahabat hijrah kemadinah. Seperti perintah puasa, zakat, haji dan seterusnya. Demikian juga larangan, seperti larangan minum khomer, berjudi, makan riba dan yang lainnya. Bahkan Rasulullah dalam hadits riwayat bukhori, menjelaskan, bahwa cabang iman ( amal sholeh), yang berupa perintah perintah dan larangan larangan Allah, ada sekitar lebih dari 70 cabang. Semua perintah dan larangan itu di sampaikan (di ajarkan) langsung oleh Rasululah kepada para shahabat pada saat itu.

Kemudian setelah para shahabat menerima ilmu ( pelajaran ) dari Rasulullah, maka dengan sami`na wa atho`na, dengan suka rela dan senang hati dan penuh ketundukan kepada Allah Swt,mereka langsung menga-malkan apa yang menjadi perintah dan larangan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka. Itulah makanya sifat shahabat yang ke 3 dari 6 sifat diatas, adalah “ ilmu ma`adz dzikir “ “ berilmu bersamaan dengan mengingat Allah Swt”. Maksudnya; setelah mendapatkan ilmu langsung dari Rasulullah, mereka langsung mengamalkannya dengan penuh pengagungan kepada Allah Swt. Jadi di dalam sifat shahabat yang 3 ini, mencakup ilmu atau pengetahuan tentang semua amal sholeh yang ada didalam al Qur`an dan sunnah berikut kesungguhan mereka dalam melaksanakannya di dalam kehidupan mereka.

Selanjutnya kedekatan mereka dengan Rasulullah, disamping mereka mendapat faidah dari beliau dari segi “ iman, ilmu dan amal “ mereka juga mendapatkan faidah dari sisi akhlak beliau, terutama akhlak beliau kepada orang orang beriman dari pengikut beliau ( yaitu para shahabat sendiri ). Karena Allah Swt, sendiri telah menurunkan wahyu husus kepada beliau tentang hal ini. Sebagai-mana dalam surat asy Syu`araa`, ayat 15 Allah swt, berfirman.

وَ اخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنْ تَبِعَكَ مِنَ الْمُؤْ مِنِيْنَ
Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang orang yang mengikutimu, yaitu orang orang beriman.

Rasulullah Saw, sangat menyayangi mere-ka bahkan bertawadhu’ (merendahkan diri) di hadapan mereka, walaupun mereka hanyalah pengikutnya. Dari sinilah mereka para sahabat tahu, betapa mulianya orang yang beriman itu di pandangan Allah dan Rasul-Nya. Sehingga merekapun pada gilirannya sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya. Dan saling memuliakan satu sama lain. Sehingga lahir suasana kasih sayang diantara mereka, dan keras terhapa orang orang kafir. Inilah yang di gambarkan Allah swt, dalam surat, al Fath, ayat 29 ;

مُحَمَّدٌ رَسُوْ لُ اللهِ وَ الَّذِيْنَ أَمَنُوْ ا مَعَهُ أَ شِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang orang yang bersama denga dia adalah keras terha-dap orang orang kafir, tetapi berkasih saying sesa-ma mereka.

Ibnu jarir Ath thabariy , mengutip tafsir dari Qotadah dalam hal ini:

وَعَنْ قَتادَةَ { رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ } أَلْقَى اللهُ فِيْ قُلُوْ بِهِمْ الرَّحْمَةَ بَعْضَهُمْ لِبَعْضٍ
Dari Qotadah ( tentang tafsir ) (Saling berka-sih sayang diantara sesama mereka ) yaitu ; Allah meletakkan didalam hati mereka, rasa kasih sayang diantara sesama mereka.

Inilah sifat shahabat yang ke 4 , yaitu “Ikromul muslimin “ “ memuliakan sesama muslim “. Dimana mereka mengikuti ahlak Ra-sulullah Saw. Dan ini juga merupakan bagian dari amal sholeh dalam kaitannya dengan “ hablum minan nas” “ hubungan antara sesamama manusia “.

Kemudian, setelah sifat shahabat yang berkai-tan dengan “ iman “ ( sifat ke I ) kemudian yang berkaitan dengan “ amal sholeh “ ( sifat ke 2 - 4 ) diatas, maka pada sifat shahabat yang ke 5 ini, merupakan penyelamat dan penyempurna dari pelaksanaan amal sholeh dalam sifat sifat sebelumnya ; yaitu“Tash- hihun niyyah “ “ Meluruskan niat “ yaitu menjaga niyyat dalam beramal sholeh, semata mata ikklas karena Allah Swt. Karena Rasulu-lah saw telah bersabda, dalam hadits riwayat Buhori dari Umar bin Khoththob Ra, yaitu ;

اِ نَّمَا الِأَ عْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَ اِ نَّمَا لِكُلِّ امْرِءٍ مَا نَوَى
Sesungguhnya sahnya amal itu tergantung niat, dan sesungguhnya bagi setiap orang tergantung kepada apa yang ia niatkan”.

Artinya, para shahabat selalu mengadakan usaha bagaimana mereka, disamping tidak me-lakukan kesyirikan dalam aqidah (syirik kubro) begitupula tidak melakukan ke syirikan dalam ibadah ( syirik khofiy ), atau syirik dalam amal ( seperti ria`, sum`ah, `ujub dan seterusnya ).

Dengan demikian, di dalam 6 sifat shahabat dari sifat ke I sampai sifat yang ke 5 diatas, telah dapat menjelaskan seluruh sifat sifat sahabat yang lain, yang berkaitan dengan pelaksanaan iman dan amal sholeh yang sempurna seperti yang di perintahkan didalam al Qur`an dan sunnah secara keseluruhan dan yang telah teringkas di dalam surat al Ashr diatas.

Namun demikian, pelaksanaan iman dan amal sholeh yang sempurna saja tidak cukup untuk melepaskan diri manusia dari kerugian, termasuk mereka para shahabat. Karena Allah Swt tidak menyukai orang yang hanya berusaha menyempurnakan diri sendiri tanpa berusaha menyempurnakan diri orang lain, sebagaimana pemberitahuan Allah dalam surat al Ashr diatas.

Maka ketika surat al ashr ini turun kepada mereka, mereka tidak pernah istirahat untuk berusaha menyempurnakan diri mereka dengan iman dan amal sholeh, demikian juga mereka tidak pernah istirahat untuk mengajak orang lain untuk berusaha menyempurkan dirinya dengan iman dan amal sholeh, yang mereka lakukan dengan penuh lemah lembut dan kasih sayang. Begitu pula ketika ayat 108, didalam surat yusuf turun, dimana Allah berfirman: “Katakanlah ! inilah jalanku, me-ngajak manusia kepada Allah dengan alasan yang nyata. Aku dan orang yang mengikuti ku”. Merekalah yang merasa pengikut Rasulul-lah yang pertama dan mendengar langsung ayat yang turun kepada Rasulullah. Se-hingga mereka bergerak terus tak pernah hen-ti bersama Rasulullah untuk mengajak manu-sia kepada Allah Swt.

Apalagi Rasulullah Saw, telah memerintah-kan langsung kepada mereka ; “ Sampaikan-lah apa yang berasal dariku walaupun satu ayat “. Bahkan dalam setiap pertemuan ta`lim, di akhir ta`lim itu Rasulullah seringkali bersab-da kepada mereka : “ Hendaklah yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir”. Lebih lagi perintah ini, di pesankan langsung oleh Rasulullah kepada mereka pada peristiwa haji wada` yang merupakan pesan terahir Rasulullah Saw, kepdada mereka. Maka untuk menjalankan pesan ini mereka telah bertebaran di muka bumi, untuk bertabligh atau menyam-paikan agama ini kepada seluruh manusia.

Inilah sifat shahabat yang ke 6 , yaitu “ Dakwah dan tabligh “. Dengan demikian sempurnalah usaha mereka untuk menyem-purnakan agama didalam diri mereka dan menyempurnakan agama kepada diri orang lain. Ini artinya mereka telah selamat dari kerugian di dunia dan dan di akhrat, karena merekan telah mampu mengamalkan seluruh isi kandungan al Qur`an dan sunnah dengan sempurna. Sehingga pantaslah kalau mereka kemudian mendapatkan ridho dari Allah, karena mereka telah ridha kepada Allah Swt. Demikian pula, pantaslah kalau kemudian mereka di rokemendasikan oleh Allah dan Rasulnya untuk di jadikan model yang harus di jadikan contoh dan panutan kepada siapapun dibelakang mereka diantara orang beriman,- di dalam kecintaan dan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Inilah ulasan ringkas tentang 6 sifat saha-bat yang telah berhasil di gali dari Al Qur`an dan sunnah serta sirah para shahabat oleh ulama` ahli dakwah dan tabligh ini, untuk memudahkan ummat ahir zaman ini, di dalam
memahami dan mengamalkan kandungan al Qur`an dan Sunnah sesuai dengan pemaha-man dan pengamalan para shahabat. Radhiallahu `Anhum.

Renungkanlah kembali surat al Ashr, anda akan menemukan kembali kesimpulan 6 sifat ini disana. Wallahu A`lam bish Showaab.


Tauhid Uluhiyyah dan Tauhid Rububiyyah

Di atas telah kita mudzakarohkan sedikit tentang kalam dakwah. Dimana didalam kita menyampaikan dakwah, harus di mulai dari perkara yang paling penting kemudian yang penting. Sebagaimana pesan Rasulullah kepada Mu`adz bin Jabal ketika mengutusnya untuk berdakawah ke yaman. Hal itu juga sama dengan urutan kalam yang ada di dalam surat al Ashr. Dan itu artinya juga sama dengan urutan prioritas yang ada di dalam 6 sifat shahabat, sebagaimana di jelaskan dida-lam mudzakaroh sebelum ini.

Atas dasar itulah, para pekerja dakwah , apabila mendapatkan tugas untuk menyam-paikan dakwah ( memberikan bayan) di hada-dapan jama`ah yang hadir , maka materi yang di sampaikan tidak keluar dari 6 sifat sahabat. Dengan pertimbangan ; pertama, 6 sifat ini telah mencakup garis besar seluruh Isi kandu-ngan al Qur`an, yang telah teringkas dalam surat al Ashr ( lihat kembali mudzakaroh sebelum ini ). Kedua ; urutan prioritas di dalam 6 sifat ini sesuai dengan urutan prioritas yang di pesankan Rasulullah kepada Mu`adz bin Jabal diatas. ( sesuai sunnah ). Yang ketiga ; materi 6 sifat ini merupakan materi yang telah di kuasai oleh para pekerja dakwah berikut dalil dalilnya dari Al Qur`an dan sunnah, dan juga dari siroh siroh shahabat. Sehingga termasuk kepada apa yang dikatakan di dalam Al Qur`an ; “ berdakwah kepada Allah dengan alasan yang nyata ( bashiroh ). “ Dan yang ke empat ; di harapkan dengan materi ini dapat memahami Al Qur`an dan sunnah sesuai dengan pemahaman dan pengamalan para shahabat, terutama didalam amalan sehari hari.

Adapun materi yang paling penting adalah materi tauhid. Yaitu pembahasan tentang sifat shahabat yang pertama, yaitu yakin pada kalaimat laailaaha illallah Muhammadur Rasulullah. Di dalam membahas kaliamat Laailaaha illallah ini, di jelaskan tentang tauhid Rububiyyah dan Tauhid Uluhiyyah. Para pekerja dakwah telah diberikan garis besar di dalam penyampaian materi bayan. Supaya apa yang di sampaikan dapat dikuasai dan tidak keluar dari pemahaman para shahabat. Sehingga apa yang di sampaikan oleh orang awamnya sama dengan apa yang disampai-kan oleh orang alimnya.

Dibawah ini adalah contoh garis besar ma-teri bayan didalam menjelaskan tauhid rubu-biyyah dan tauhid uluhiyyah didalam sifat shahabat yang pertama, :

Laailaaha Illallahu

Muqoddimah
Kejayaan, kemuliaan, dan kebahagiaan seluruh makhluk ada didalam genggaman ta-ngan Allah Swt.

Tauhid Rububiyyah
Allah Swt, adalah Kholiq ( maha pencipta)
Allah Swt, adalah Malik ( Maha penguasa )
Allah Swt,adalah Roziq (Maha pemberi rezeki) Allah Swt, yang menciptakan suasana dan keadaan.
........................................................................................................................................................................

Masing masing di jelaskan dengan menga-mbil dalil dari al Qur’an dan sunnah serta dalil akal)





Tauhid Uluhiyyah

Allah Swt, menciptakan segala sesuatu dengan qudrot dan irodatnya tanpa membu-tuhkan bantuan dari makluk sedikitpun.

Karena, makhluk adalah ciptaan Allah Swt, yang tidak dapat memberi manfaat dan mudhorot tanpa izin Allah Swt.

Segala yang nampak dan yang tidak nam-pak semua berasal dari khazanah Allah Swt, ( gudang kekayaan Allah Swt, ).
………………………………………………………………………………………………………………
Masing masing di jelaskan dengan dalil al Qur,an dan sunnah serta dalil akal.


Muhammadur Rasulullah

Muqoddimah

Untuk kebahagiaan dan keselamatan seluruh ummat manusia Allah Swt, telah menurunkan agama yang sempurna yaitu agama Islam.

Agama islam
Apakah agama yang sempurna itu ? Agama yang sempurna adalah seluruh perin-ah Allah yang cara pengamalannya telah di contohkan oleh baginda Rasulullah Saw.

Ketidak adaan atau kekurangan dalam amal agama, akan menyebabkan kerugian, penderitaan, kegagalan dan kehinaan di dunia yang sementara dan di akhirat yang selama lamanya.
………………………………………………………………………………………………………………

Inilah garis besar materi bayan yang harus di sampaikan kepada mad`u dalam kaitannya dengan sifat shahabat yang pertama, yaitu; yakin kepada kalimat Thoyyibah Laailaaha Illallah Muhammadur Rasulullah. Yakni; keya-kinan kepada tauhid ibadah serta keyakinan kepada tauhid panutan (ikutan ).

Umumnya para pekerja dakwah, telah hafal diluar kepala garis besar ini, baik yang alim ataupun yang awam. Ini semua dianjurkan, su-paya di dalam berdakwah mereka melakukan-nya dengan “ bashiroh “.


Tuduhan Yang Membahayakan Penuduhnya

Ada orang orang yang dianggap sebagai ulama` oleh pengikutnya. Mereka umumnya mengajak tidak bertaqlid kepada madzhab siapapun selain Rasulullah Saw. Mereka mengecam ummat islam yang mengikuti salah satu madzhab, dan menuduhnya sebagai orang yang fanatik kepada pendapat orang yang tidak maksum.

Akan tetapi, keadaan mereka ini sudah ti-dak asing lagi di kalangan orang orang yang telah biasa mendapat tuduhan mereka. Bahwa mereka ini lebih fanatik di dalam mengikuti pendapat gurunya sendiri, daripada fanatic-nya para pengikut madzhab yang di jadikan sasaran tuduhan mereka,- kepada imam madzhabnya. Keadaan mereka lebih menjadi sebagai bahan tertawaan daripada di segani di kalangan ummat islam yang sering menja-di sasaran tuduhan mereka yang hanya mema-kai rumus dan paradikma kelompoknya sendi-ri dalam menghakimi pemahaman ummat islam yang lain.

Perumpamaan mereka sama dengan orang yang hanya senang menggunakan kaca mata hitam untuk dipasang di kedua matanya. Lalu ia melihat kepada orang orang yang ada di sekelilingnya yang memakai baju beranika warna. Ada yang berwarna hitam, merah, kuning, hijau, dan putih. Lalu ia mengatakan, bahwa mereka semua memakai baju berwarna hitam. Ketika orang yang menggunakan baju putih membantah, ia terus ngotot dengan tuduhannya dan mengeluarkan berbagai dalil ( alasan ). Akhirnya, orang itu tidak ada yang mau menggubris lagi omongannya. Bahkan ia hanya menjadi bahan tertawaan di antara orang orang yang di tuduhnya, karena mereka tahu, bahwa yang salah itu bukan baju mereka, tetapi kesalahan itu terletak pada kacamata dia sendiri.Yang hitam bukanlah baju mereka ,tapi yang hitam adalah warna kaca matanya sendiri, namun dia tidak menyadarinya.

Begitulah keadaan mereka. Mereka melihat pemahaman ummat islam yang lain dengan kacamata dan cara pandang kelompok mereka sendiri. Lalu mereka mengatakan “ inilah pemahaman dan cara pandang para shahabat “. Padahal itu hanyalah pemahaman para shahabat menurut kaca mata mereka. Mereka tidak menerima kalau orang lain menggunakan kacamatanya sendiri didalam mengikuti pemahaman para shahabat. Maka akibatnya, tidak satupun di antara jama`ah ummat islam yang selamat dari lemparan tuduhan sesatnya. Tidak terkecuali para ulama` yang di hormati dikalangan pengikutnya, bahkan telah di akui keilmuannya di seluruh dunia, mereka juga telah dihancurkan kehormatannya, dengan tuduhan yang tidak seharusnya di arahkan kepada mereka. ( lihatlah buku buku yang di tulis oleh mereka dalam kaitannya dengan pemahaman selain pemahaman kelompok mereka )

DR. Muhammad Said Ramadhan Al Buthi, didalam bukunya “ Bahaya Bebas Madzhab Dalam Keagungan Syari`at Islam “, halaman 128, menulis tentang nasihat seorang tokoh islam yang cukup di kenal dalam dunia islam. Nasihat diberikan kepada beliau beberapa tahun yang lalu ketika beliau berada di salah satu negara arab. Nasihat itu sebagaimana berikut :

“Berhati hatilah ! Jangan sampai anda terse-ret seperti mereka yang menggunakan banyak waktunya untuk senang berdebat. Hati mere-ka penuh kedengkian pada kebanyakan ora-ng islam, baik dahulu maupun sekarang.Mere-ka dapat menelanjangi kehormatan orang la-in yang tidak sependapat dengan mereka”.

Salah satu jama`ah yang sering mendapat-kan lemparan tuduhan sesat ialah jama`ah dakwah dan tabligh ini. Tidak terkecuali para tokoh dan pendirinya. Semuanya telah di han-curkan namanya, dan dikantakannya sebagai para pembawa manusia kepada kemusyrikan. Herannya tuduhan yang membahayakan ini tidak bersumber dari hasil penelitian yang shahih dan matang. Kebanyakan mereka hanya bertaklid kepada buku buku yang ditulis oleh orang orang yang tidak diakui dalam keilmuan. Kalaupun diakui hanyalah oleh kelompoknya sendiri yang sama sama telah di kungkung oleh kacamata pemahaman yang sempit, yang tidak memberikan ruang kepada pemahaman kelompok yang lain. Semua ulama` dianggap bodoh, hanya karena tidak sepaham dengan pemikiran mereka. Semua orang dinggap membenci ilmu dan ulama` hanya karena mereka tidak mengaji kepada ulama` mereka.

Salah satu buku yang banyak memuat tum-pukan sampah pemikiran seperti itu, adalah buku yang berjudul “ Al Qoulul Baligh Fit Tahdir Min Jama`atit Tabligh “. “ Perktaan Yang Tegas Untuk Mengingatkan ( manusia ) Agar Tidak Terlibat Kegiatan Jama`ah Tabligh “. Tulisan Hamud At Tuwaijiri. Yang di dalamnya banyak mengutip ( bertaqlid ) pada tulisan Syaifur Rahman Ad dahlawiy dan Muhammad aslam. Di mana kedua sosok ini, di kenal di negerinya ( India ) sebagai dua sosok yang sangat membara hatinya di dalam membenci jamaah dakwah dan tabligh ini, sehingga tertutup hatinya untuk melihat kebenaran. Kemudian namanya menjadi terkenal di arab saudi setelah tulisannya yang berisi tumpukan sampah fitnah itu laku di kalangan ahli ilmu di sana. Dan tulisan tulisan mereka pulalah yang di jadikan rujukan penulisan untuk menyerang jama`ah dakwah dan tabligh ini, oleh para pengikutnya yang setia di arab saudi dan di negeri ini. Merekalah yang mengharamkan bertaqlid kepada ulama` terdahulu di dalam pemahaman agama, karena mereka tidak ada yang maksum. Namun didalam menghancurkan kehormatan ulama`, dan di dalam menuduh sesat kelom-pok yang lain, mereka sangat bersemangat didalam bertaqlid kepada orang yang tidak jelas kadar ke ilmuannya.

Diantara tuduhan yang sangat berbahaya di dalam buku ini, adalah tuduhan musyrik kepada jama`ah dakwah dan tabligh ini. Bahkan jamaah ini, dikatatan tidak berbeda dalam kemusyrikannya dengan kafir musyrik mekkah di zaman Rasulullah Saw. Tuduhan ini diantaranya di tulis di halaman 205 yang redaksinya seperti ini:

وَقَالَ الْأُسْتادُ أَيْضاً فِيْ ( ص 46 ) " وَمِنْ بَعْضِ مِيْزَاتِ الْجَمَاعَةِ وَأَ كَا بِرِ يْهَا مَا عُرِفَ عَنْهُمْ أَنَّهُمْ يُقِرُّوْنَ باِ التوْ حِيْدِ, وَلَكِنْ تَوْ حِيْدُهُمْ لاَيَزِ يْدُ مِنْ تَوْ حِيْدِ مُشْرِ كِيْ مَكَّةَ أَيْ : أَنَ كَلاَمَهُمْ يَطُوْ لُ فِيْ جَانِبِ مِنْ تَوْ حِيْدِ الرُّ بُوْ بِيَّةِ فَقَط, وَبِصِبْغَةِ التصَوُّفْ وَ فَلْسَفَةِ التصَوُّفْ فَقَطْ , وَ أَمَّا تَوْ حِيْدُ الْأُلُوْهِيَّةِ وَ الْعِبَادَاتِ فَهُمْ فُقَرَاءُ مُعْدِمُوْنَ وَ مُفْلِسُوْنَ , بَلْ بِصَرَاحَةٍ هُمْ مُشْرِكُوْ نَ فِيْهَا
Ustad (Syaifur Rohman) berkata lagi ( pada ha-laman 46 ) :”Sebagian dari ciri jama`ah (tabligh) dan para tokohnya, mereka di kenal mengakui dalam tauhid. Namun tauhid mereka sama dengan tauhidnya orang orang musyrikin Mek-kah .Yakni : Pembicaraan mereka hanya seputar tauhid rububiyyah saja .dan seputar tauhid ala tasawwuf dan filsafat tasawwuf saja.Adapun tau-hid uluhiyyah dan tauhid ibadah mereka itu fakir, alpa dan bangkrut. Bahkan jelas jelas mereka melakukan kesyirikan dalam ibadah”.

Dalam tulisan ini Hamud At Tuwaijiriy me-ngutip ( bertaklid ) pada tulisan Syaifur Roh-man dalam bukunya “ Nadhroh `Abiroh i`tibariyyah Haula Jama`atut Tabligh “ hala-man 46. Dimana alasan dia menuduh jama`ah tabligh sebagai pelaku syirik seperti syiriknya kafir musyrikin mekkah, hanya karena menurut penelitiannya, dalam pembicaraan jama`ah ini dalam bayan bayan mereka, hanya membahas seputar tauhid Rububiyyah dan sama sekali tidak membahas masalah tauhid uluhiyyah.

Sungguh tuduhan ini bersumber dari rasa kebenciannya terhadap jamaah ini, sehingga terlalu berani dan tergesa gesa di dalam menyimpulkan masalah, sebelum meneliti secara mendalam dan adil terhadap pembica-raan jama`ah ini.

Dia tidak meneliti dan tidak mengetahui pembahasan tauhid uluhiyyah yang sering di ulang ulang baik di dalam bayan bayan maupun mudzakaroh mudzakaroh jama`ah dakwah ini. Lihatlah kembali garis besar materi bayan dalam kaitannya dengan sifat shahabat yang pertama diatas. Dimana pembahasan tauhid uluhiyyah terletak dalam pembicaraan tentan makhluk yang hanya bergantung kepada Allah, dan bahwasanya makhluk tidak dapat memberikan manfaat dan mudhorot kecuali atas izin Allah Swt. Inilah asas dari tauhid uluhiyyah atau tauhid ubudiyyah.

Orang yang meyakini bahwa selain Allah tidak ada yang mampu memberikan manfaat dan mudhorot tidak mungkin ia menujukan penyembahannya kepada selain Allah. Karena ini bertentangan dengan `aqidahnya. Orang yang menyembah kuburan, hal itu karena ia meyakini bahwa orang yang ada di kuburan itu dapat memberikan manfaat dan mudhorat kepadanya tanpa izin Allah. Begitu pula kepada sesembahan yang lain. Semua sesembahan yang di sembah oleh manusia, alasan utamanya adalah karena didalam diri apa yang mereka sembah itu diyakini memiliki sifat tuhan, yaitu dapat memberikan manfaat dan mudhorot.

Adapun orang yang meyakini bahwa tidak ada yang dapat memberikan manfaat dan mudhorot selain Allah, berarti orang itu telah mentauhidkan Allah dalam ketuhanan atau dengan kata lain orang itu telah mengakui tauhid uluhiyyah. Dengan pengakuannya ini, ia tidak akan mungkin masih mengarah-kan peribadahannya lagi kepada selain Allah di samping Allah. Karena itu berten -tangan dengan aqidahnya. Dengan kata lain orang itu telah mengakui tauhid ubudiyyah ( mentauhidkan Allah dalam beribadah ).

Inilah asas tauhid uluhiyyah yang sering di ulang ulang di dalam pembicaraan jamaah dakwah dan tabligh ini.

Syaekh Ali At Tanthawiy dalam buku-nya “ Definisi Umum Tentang Aqidah Islamiy-yah “ yang diterbitkan oleh “ Dar Almanara “ Jeddah - Saudi Arabia,b halaman 106 , yaitu di dalam bab tentang “Tauhid Uluhiyyah “. Beliau menulis sub bab yang berjudul “ Asas yang terdapat dalam Tauhid ulihiyyah “ dimana beliau menulis :

“ Yang menjadi asas ( dalam tauhid uluhiyyah ), yaitu bahwa kita mengi`tikadkan bahwa hanya Allahlah semata-mata yang memberi manfaat dan hanya Dialah yang membuat mudharat, hal ini me- memerlukan sedikit keterangan ...... “.

Lalu beliau menjelaskan secara mendetail tentang manfaat dan mudharat sebagaimana pembahasan tentang Nafi dan istbat yang selalu di ulang ulang dalam bayan bayan dan mudzakaroh jama`ah dakwah dan tabligh ini.

Memang, didalam penyampaian bayan ten-tang tauhid Rububiyyah dan tauhid uluhiyyah ini, si mubayyin tidak menyebutkan sub judul-nya bahwa ini tauhid rububiyyah dan ini tauhid uluhiyyah, ( seperti yang penulis me-nyebutkannya dalam contoh garis besar materi bayan diatas ). Karena hal ini tidak ada contohnya didalam Al Qur`an dan sunnah. Allah telah memberitahukan tentang diriNya, bahwa Dia yang memciptakan segala sesuatu, Dia yang menguasai segala sesuatu, Dia yang mengatur, memelihara, memberi rezeki sega-la sesuatu. Tetapi tidak satu ayat pun memberitahukan kepada kita, bahwa Allah mengatakan ; “ Inilah Tauhid Rububuyyah “. Begitupula ketika Allah menjelaskan bahwa
hanya Dialah yang memberikan manfaat dan mudhorot, dan tidak ada satupun selain Diri-Nya yang mampu memberikan manfaat dan Mudhorot. Namun tidak satupun ayat Al Qur`an yang memberitahukan kepada kita, bahwa Allah mengatakan ; “ Inilah tauhid Uluhiyyah “.

Begitupula ketika Rasulullah menjelaskan tentang hal ini. Rasulullah tidak di temukan di dalam satu hadisnya yang mengatakan ; “Inilah Tauhid Rububiyyah, Inilah tauhid uluhiyyah”. Begitu pula tidak di temukan dalam perkataan para shahabat ketika menje-laskan tentang tauhid ini. Adapun penyebutan tauhid rububiyyah dan tauhid uluhiyah ini, barulah muncul belakangan, di kalangan Ulama’ teologi ( ulama kalam ). Artinya Allah dan Rasul-Nya, juga para salaful ummah tidak pernah menyebutnya. Dengan kata lain penyebutan hal ini termasuk perkara baru dalam agama ( bid`ah ). Oleh karenanya di dalam jama`ah dakwah dan tabligh ini mena-han diri untuk menyebutnya di dalam bayan bayan dan mudzakaroh mudzakaroh mereka. Hal itu tidak lain karena menghindari bid`ah dalam pembicaraan mereka. Tetapi anehnya kelompok yang paling getol memerangi bid`ah, justeru merekalah yang paling bersemangat didalam penyebutan bahkan mempromosikannya. Lalu mereka mengatakan inilah manhaj salaf. Maka hanya orang orang yang tidak pernah belajar sejarah teologi islam saja yang mempercainya.

Seandainya para penuduh, sebagaimana pengarang buku diatas dan orang yang ditak-lidi sedikit menggunakan akal sehat dan tidak ceroboh di dalam penelitiannya tentang aqidah Jama`ah dakwah dan tabligh ini, pastilah me-reka tidak akan terjatuh kepada “takfir “mengkafirkan (saudara muslim ) dan “ tasyrik “ ( menganggap musrik saudara seakidah ) sebagaimana yang telah terjadi. Dimana hal ini akan membahayakan aqidahnya sendiri, dan orang orang yang telah bertaklid kepada tulisan tulisannya, di seluruh dunia termasuk di negeri ini.

Lebih lebih di dalam tulisannya itu, mereka menuduh jama`ah ini tidak berbeda dalam kemusrikannya dengan kafir musyrik mekkah di zaman Rasulullah. Ini artinya mereka telah menyamakan jama`ah ini dengan Abu Jahal, Abu Lahab dan seterusnya, didalam kekafiran dan kemusyrikan mereka. Bukankah mereka lebih tahu Tentang hadist shahih, di mana Rasulullah bersabda:

اِذَا قَالَ الرَّجُلُ لِأَخِيْهِ : يَا كَافِرْ فَقَدْ بَاءَ أَحَدُ هُمَا
Apabila seseorang berkata kepada saudaranya (semuslim) ;”Hai orang kafir, maka perkataan itu akan mengena kepada salah satu diantara keduanya.

Bukankah Allah telah memberitahukan kepada kita, agar kita mensucikan perkataan kita dari perkataan buruk, bahkan kepada kaum musyrik sekalipun. Sebagaimana Allah berfirman, dalam surat Al An`am, ayat 108 :

وَ لاَ تَسُبُّ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللهِ فَيَسُبُّوْ ا اللهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ
Dan janganlah kamu memaki sesembahan sese-mbahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melam-paui batas tanpa pengetahuan.


Tauhid Asma` Dan Sifat.


Tauhid Asma` dan sifat, adalah meyakini apa yang di tetapkan oleh Allah bagidiri-Nya atau oleh Rasul-Nya Saw, dari nama nama dan sifat sifat Allah Swt. Demikian juga menafikan apa yang di nafikan oleh Allah dari diri-Nya atau oleh Rasul-Nya, dari nama nama dan sifat sifat Allah Swt.

Di dalam jama`ah dakwah dan tabligh ini, tidak banyak membicarakan tentang tauhid asma` dan sifat ini didalam bayan bayan dak-wahnya. Karena Ayat ayat yang menjelaskan tentang sifat sifat Allah ini, kebanyakan meru-pakan ayat ayat mutasyabihat. Ayat ayat mutasyabihat yaitu ayat ayat yang maknanya tidak begitu jelas, bahkan pemahaman orang terhadapnya berbeda beda, penafsirannya beragam, sehingga sulit memahami makna yang di maksudkannya.

Dalam hal ini, jama`ah dakwah dan tabligh ini, mengikuti kaum muslim generasi pertama ( salaf ), yaitu para shahabat. Mereka tidak pernah membicarakannya, dan tidak pernah berusaha menjelaskannya. Akan tetapi mereka beriman terhadap ayat ayat itu, sebagai ayat yang datang dari sisi Allah namun maksudnya di serahkan kepada Allah swt.

Syaekh Ali At Tantawiy, di dalam bukunya ; “ Definisi umum tentang Aqidah Islamiy-yah “ didalam bab Tauhid Uluhiyyah, halaman 122 , beliau menulis sub bab yang berjudul; “Posisi Kaum Muslimin Terhadap Ayat Ayat Tersebut Dan Cara Memahaminya “ kemudian beliau menulis :

“Kaum muslim dahulu ( salaf ), merupakan generasi pertama dan yang paling terpilih dari ummat ini, tidak pernah membicarakannnya, dan mereka tidak pernah mengatakannya bahwa itu adalah “ hakikat “, dan juga tidak mereka katakan itu “ majaz “ , mereka tidak pernah mensyarahkan-nya ( menjelaskannya ). Akan tetapi mereka beri-man terhadap ayat ayat itu sebagai ayat yang datang dari sisi Allah menurut kehendak Allah”.

“ Ketika ilmu kalam telah tersebar luas, subhat telah melanda aqidah islam, muncullah generasi baru dari pada ulama`, menjawab tantangan baru ini. Para ulama` itu mulai bicara tentang ayat ayat sifat, dan memahaminnya menurut metode Arab, yaitu melangkahi arti yang asli dari satu kata kepada makna yang lain bilamana tidak dapat dipahami makna yang asli. Inilah yang disebut ; “majaz” atau pinjaman atau “takwil” .

’Hal inilah yang menjadi obyek perselisihan yang sangat panjang antara sesama ulama. Secara pasti, bahwa ayat ayat ini di turunkan dari sisi Allah. Barang siapa yang mengingkari sesuatu dari pada-Nya, hukumnya kafir. Dan siapa yang mengabaikannya sehingga menjadikan lafadz tanpa makna, adalah kafir ‘’

‘’Barangsiapa yang memahaminya menurut makna manusiawi, dan menerapkannya kepada Allah, sehingga menjadikan khaliq ( Pencipta ) seperti makhluk, adalah kafir. Oleh sebab itu jalannya sangat berbahaya, keselamatan sangat terancam. Jalan keluar satu satunya hanyalah dengan menghindari membicarakannya. Mengikuti sunnah orang orang dahulu ( salaf ), berhenti di batas nash. Inilah methode yang saya yakini kebenarannya “.

Dari keterangan beliau diatas, sangat jelas sekali, bahwa para salafush sholeh dikalangan para shahabat. Tidak pernah membicarakan tentang tauhid asma` dan sifat ini. Mereka hanya mengimani dan menyerahkan maksudnya kepada allah. Inilah pemahaman dan pengamalan yang di ikuti oleh jama`ah dakwah dan tabligh ini dari kaum salaf dalam hal ini. Mereka hanya mengimani itu semua sebagai datangnya dari sisi Allah, sedangkan maksudnya diserahkan kepada Allah Swt. Inilah yang di sebut “ Tafwidh “ ( berhenti pada nash tanpa berusah mengetahui maksudnya dan menyerahkan maksudnya Allah Swt). Dan inilah sikap kaum salaf. Dan inilah pula madzhab imam Ahmad bin Hambal dalam aqidah menurut Ibnu Jauziy ( baca buku hakikat `Aqidah Qur ani, karya ; Muhammad Abu Zahrah, halaman 58, di terbitkan oleh Pustaka Progressif ).

Adapun membicarakannya, menanyakannya mengajarkannya secara mendalam lebih lebih memperdebatkannya, adalah termasuk perkara bid`ah. Dan pelakunya tidak pantas mengaku sebagai pengikut madzhab salaf. Allahu A`lam


Khilafah `Ala Minhajin Nubuwwah

Setelah kita mudzakarohkan panjang lebar tentang pentingnya iman dan amal soleh ( agama ), dan pentingnya dakwah atas iman dan amal sholeh dengan penuh kesabaran ( usaha atas agama ), yang terdapat dalam kan-dungan surat Al Ashr dan yang telah di realisasikan oleh para shahabat dalam 6 sifat shahabat di atas, maka pada bagian ini kita akan bermudzakaroh tentang buah yang di janjikan oleh Allah Swt kepada ummat ini, apabila mereka telah memenuhi apa yang di minta oleh Allah kepada mereka.

Sebagaimana kita telah mengetahui bahwa generasi pertama ummat ini telah berhasil memenuhi apa apa yang diminta oleh Allah kepada mereka. Dan kita juga telah menyaksikan di dalam sejarah bagaimana Allah Swt te-lah memenuhi janji janji-Nya kepada mereka.

Allah Swt meminta kepada ummat ini un-tuk menyempurnakan 2 perkara, yaitu ; Iman dan Amal sholeh. dan apabila ummat ini mam-pu memenuhi permintaan Allah tersebut, ma-ka Allah Swt, berjanji memberikan 4 perkara, kepada mereka yaitu ; 1. memberikan kekua-saan di muka bumi. 2. memberikan ketegu-han kepada agama mereka. 3. menggantikan ketakutan mereka dengan rasa aman. 4. mem-bersihkan mereka dari segala bentuk kesyiri-kan. Baik sirik dalam `aqidah maupun dalam ibadah. Dalam hal ini, Allah Swt, dalam surat An Nur, ayat 55 , berfirman :

وَعَدَ اللهُ الَّذِيْنَ أَمَنُوْ ا مِنْكُمْ وَعَمِلُوْ ا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِيْ الْأَرْضِ كَمَا ا سْتَخْلَفَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَ لَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِيْنَهُمْ الَّذِيْ ارْ تَضَى لَهُمْ وَ لَيُبَدِّ لَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْ فِهِمْ أَمْناً يَعْبُدُ وْ نَنِيْ لا َ يُشْرِ كُوْ نَ بِهِ شَيْأً وَ مَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَالِكَ فَأُولئِكَ هُمُ الْفَاسِقُوْ نَ
Dan Allah telah berjanji kepada orang orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal amal yang sholeh bahwa Dia sungguh sung-guh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhoi-Nya untuk mereka, dan Dia benar benar akan menukar ( keadaan ) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mem-persekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah janji itu, maka mereka itulah orang orang yang fasik.

Asy Syaukani dalam kitab tafsirnya, Fathul Qodir, jilid 5 halaman 241 dalam rangka me-nafsiri ayat ini, mengatakan :

“Ini adalah janji dari Allah Yang Maha Suci ke-pada orang yang beriman dan melakukan amal amal yang sholeh, bahwa mereka akan diberikan kekuasaandi muka bumi sebagaimana orang orang sebelum mereka diberikan kekuasaan.Dan janji ini umum untuk seluruh ummat ini. Ada yang berkata bahwa janji ini khusus untuk kalangan shahabat saja. Dan pendapat ini tidak berdasar, sebab iman dan amal soleh tidaklah khusus menjadi milik mereka para shahabat, bahkan hal itu mungkin ter-jadinya kepada setiap individu dari ummat ini. Barangsiapa yang mengamalkan kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya, maka sungguh dia telah mentaati Allah dan RasulNya”.

Para shahabat Rasulullah Saw, telah di jadi-kan model oleh Allah Swt dalam hal ini. Merekalah generasi pertama yang mendapat bimbingan langsung dari Rasulullah didalam usaha mewujudkan iman dan amal sholeh di dalam diri mereka.

Allah Swt, telah mengutus beliau Saw, se-bagai Nabi dan Rasul terahir untuk seluruh manusia, dengan membawa tiga tugas utama ; 1. Mengajak manusia beriman dan membesar-kan Allah ( dakwah ilallah ). 2. Mengajarkan isi kandungan Al Qur`an dan sunnah ( ta`lim wa ta`alum ). Dan 3. Mensucikan mereka dengan cara memerintahkan mereka untuk men-taati Allah dengan ikhlas sesuai dengan ta`lim yang diberikan Rasulullah kepada mereka ( ibadah dan dzikir ), begitu pula dengan cara berhidmad, takrir, targhib dan tarhib ( Tazkiyyah ).

Sebab 3 usaha Rasulullah inilah para shahabat menjadi terangkat derajat mereka dari lumpur jahiliyah keatas puncak keimanan dan amal sholeh. Inilah usaha kenabian yang terahir yang telah membawa para shahabat dapat meraih apa yang telah di janjikan Allah kepada ummat ini. Dimana Allah mengangkat mereka pada puncak kekuasaan dunia di zaman Khu-lafaur Rasyidin, yang di sebutkan oleh Rasululullah sebagai masa khilafah `ala minhahin Nubuwwah.

Namun manakala iman dan amal sholeh Ummat ini mulai menurun, ketika ketaatan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya mulai memudar pada masa kekhalifahan Utsman bin `Affan, yang puncak akhirnya pada terjadinya pembunuhan beliau, pada saat itulah Allah Swt, mencabut kembali janji janji-Nya kepada ummat ini. Maka Allah memasukkan kembali perasaan tidak aman didalam hati mereka, yang puncak akhirnya terjadi bersamaan de-ngan terbunuhnya kholifah yang terahir, yaitu Ali bin Abi Tholib. Karena mereka telah merubah sikap mereka kepada Allah, maka Allah pun merubah sikap-Nya kepada mereka.

Inilah maksud pernyataan Allah di dalam ayat diatas ; “ Barangsiapa yang kafir (nikmat ) sesudah janji itu, maka merekalah orang orang yang fasik “. Maksudnya, barang siapa yang keluar dari ketaatan kepada-Ku setelah itu, maka dia telah keluar dari urusan ( janji ) Tuhannya. Cukuplah hal itu sebagai pembawa dosa yang besar baginya. Adapun para shaha-bat ra, oleh karena mereka merupakan ma-nusia yang paling teguh didalam mengikuti perintah perintah Allah, dan merupakan manusia yang paling taat kepada Allah, maka pertolongan Allah kepada mereka sesuai dengan kadar ketaatan mereka. ( lihat tafsir Ibnu Katsir jilid III halaman 302 ).

Menurut sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi dan Nasa` i, dari Safinah, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda ;

“Khilafah setelah ku (masanya) 30 tahun, kemu-dian (setelah itu kekuasaan ) Raja raja diktator “.

Pada masa 30 tahun inilah, Allah telah menam-pakkan janji janji-Nya kepada mereka, sebagai buah dari keimanan dan amal amal sholeh mereka, yang mereka usahakan dalam bimbingan Rasulullah Saw, sejak 13 tahun dalam periode Mekkah, yang menitik beratkan kepada usaha atas iman mereka, sampai pada 10 tahun kemudian dalam periode Madinah, yang merupakan fase pengamalan dari semua perintah perintah Allah yang di turunkan kepada mereka sebagai bukti nyata dari iman mereka kepada Allah Swt. Dimana pada masa yang singkat itu, Allah telah menundukkan kepada mereka hampir seluruh negeri negeri dari bagian barat sampai bagian timur.

Ahmad bin Hambal dalam kitab “Musnad- nya“ meriwayatkan sebuah hadits dari Nu`- man bin Basyir, ia berkata ; “Kami duduk di masjid bersama Rasulullah saw. ( Basyir ada- lah orang yang berhati hati dalam berbicara ), lalu datanglah Abu Tsa`labah al Khasyani dan bertanya ; “ Wahai Basyir bin Saad, apakah kamu masih hafal hadits Rasulullah Saw, tentang para pemimpin ? “ Hudzaifah menja-jawab : “ Saya hafal khutbah baginda “. Pendek kata, Abu tsa`labah tetap duduk, kemudian Hudzaifah berkata : “Rasulillah Saw bersabda ;

“Di tengah kamu terdapat zaman kenabian atas seizin Allah, ia tetap ada. Setelah itu, Dia akan mencabutnya, jika Dia benar benar hendak menca-butnya. Setelah itu, akan ada khilafah yang mengi-kuti tuntunan kenabian, ia juga ada, dan atas seizin Allah, ia tetap ada. Setelah itu, Dia mencabutnya, jika Dia benar benar hendak mencabutnya. Kemudi-an akan ada kerajaan yang dholim, ia juga ada, dan atas seizin Allah, ia tetap ada. Setelah itu, Dia mencabutnya jika Dia benar benar hendak menca-butnya. Kemudian ada kerajaan diktator, ia juga ada, dan seizin Allah, ia tetap ada. Setelah itu Dia mencabutnya, jika Dia benar benar hendak menca-butnya. Kemudian akan ada khilafah yang mengi-kuti tuntunan kenabian.Setelah itu baginda diam “.

Dari keterangan hadits diatas kita menge-tahui bahwa semua masa masa tersebut telah ada di dalam taqdir Allah. Dan kita yang hidup diambang kiamat ini menjadi saksi dari kebenaran informasi Rasulullah tersebut. Didalam hadits ini di jelaskan tentang adanya 2 khilafah yang mengikuti tuntunan kenabian ( khilafah `ala minhajin Nubuwwah ). Yaitu pada masa setelah selesainya masa kenabian dan pada masa setelah selesainya masa keraja-jaan diktator.

Dan kita telah mengetahui, bahwa khilafah yang pertama telah tegak sebagai buah realita dari usaha panjang yang di lakukan oleh Rasulullah saw, dan para shahabat ra, dalam rangka memenuhi permintaan Allah agar mereka mampu menjadi orang yang beriman dan beramal sholeh. Yaitu usaha atas iman dan amal sholeh, usaha atas agama, usaha Rasulullah sebagai Nabi Dan Rasul, yaitu ; Dakwah ilallah, ta`lim, dan tazkiyyah.

Dari sini kita menyimpulkan, bahwa tegak-nya khilafah yang kedua nanti haruslah deng-an cara menduplikasi usaha usaha kenabian seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw dan para shahabatnya. Yaitu usaha untuk menghidupkan kembali iman dan amal sholeh ummat di seluruh alam. Sehingga ummat ini secara mayoritas akan mampu memenuhi persyaratan yang menjadi permintaan Allah kepada ummat ini.

Maka dengan takdir Allah pula, diambang pintu gerbang kiamat ini, di saat mulai nampaknya keruntuhan penguasa penguasa diktator di muka bumi ini, sebab kedholiman mereka yang hampir pada tingkat puncaknya, usaha kenabian ini telah di hidupkan kembali. Yaitu usaha kenabian yang terahir. Usaha Rasulullah Saw. Yang langsung di perintahkan oleh Allah kepada beliau sebagai misi tugas khotaman nabiyyin. Sebagai jawaban Allah dari permintaan Nabi Ibrohim pada ribuan tahun silam. Yaitu ; usaha dakwah ilallah, ta`lim kitab dan sunnah, dan tazkiyah.

Inilah usaha yang telah membidani kelahi-ran khilafah `ala minhajin nubuwwah di masa awal awal islam sebagai takdir yang berlaku dari sisi Allah. Dan inilah usaha yang di gerakkan kembali dengan penuh pengorbanan dan ke ikhlasan oleh jama`ah dakwah dan tabligh dengan mengikuti anjuran Rasulullah Saw, dan menduplikasi gerak dan sifat para shahabat. Mereka bergerak di siang hari dan menangis di malam hari sebagaimana gerak dan tangisan para shahabat. Mereka menagis dan meminta kepada Allah semoga dengan usahanya ini mereka di berikan oleh Allah keimanan sebagaimana imannya para shaha-bat, dan amal sholeh sebagaimana amal sholeh para shabat. Mereka bergerak di seluruh penjuru dunia mengajak manusia melakukan ge-rak dan tangisan yang sama agar mereka di berikan oleh Allah keimanan dan amal sholeh sebagaimana yang telah diberikan kepada para shahabat ra.

Mereka sangat yakin dengan janji Allah, bahwa hanya dengan usaha ini, yaitu usaha yang telah pernah membidani terlahirnya khilafah `ala minhajin nubuwwah di masa awal awal islam di tangan Rasulullah dan para shahabat, atas izin Allah, maka atas izin Allah pula usaha ini akan kembali membidani terla-hirnya khilafah `ala minhajin Nubuwwah yang di janjikan oleh Allah melalui rasul-Nya, di masa akhir akhir ummat islam di bawah kepemimpinan seorang khalifah dari keturunan Quraisy yang namanya dan nama ayahnya sama dengan nama Rasulullah dan nama ayah beliau. ( lihat tafsir Ibnu kasir pada halaman di atas ). Kapanpun ia di munculkan oleh Allah Swt, jama`ah dakwah dan tabligh ini, telah siap berbai`at kepadanya, dan siap berada di belakangnya menghadapi musuh musunya.

Memang jama`ah dakwah dan tabligh ini, tidak pernah membicarakan masalah khilafah ini di dalam bayan bayan mereka, juga dalam mudzakaroh mudzakaroh mereka bahkan dalam musyawarah musyawarah mereka. Mereka tahu, bahwa masalah khilafah ini ma-salah janji Allah dan merupakan hak perogratif Allah untuk mewujudkannya. Sedangkan ke-wajiban ummat ini, bagaimana berusaha memenuhi syarat syarat yang di minta oleh Allah swt, untuk mendapatkan apa yang di janjikan oleh Allah kepada ummat ini.

Dalam masalah ini mereka sering membe-rikan tamsil seperti ini : “ Ada dua orang anak kakak beradik di janjikan oleh ayahnya ; “ Nak jika kalian lulus dan nilai kalian baik, maka ayah akan belikan kalian mobil “. Mendengar janji ayahnya ini, anak yang pertama sibuk mempersiapkan syarat yang di minta ayahnya. Ia sibuk belajar siang dan malam, dan tidak pernah ada waktu untuk memikirkan dan membicarakan mobil, maka pada akhirnya dia lulus dengan nilai yang sangat baik.

Sementara anak yang kedua ia malah jarang menghiraukan pelajarannya, ia malah seri-ng keluar masuk Show Room mobil dan melihat lihat dan banyak membicarakannya. Maka pada waktunya dia akhirnya tidak lulus, ka-rena dia tidak berusaha memenuhi syaratnya.

Demikian pula dengan ke khalifahan yang di janjikan oleh Allah kepada ummat ini, maka diantara ummat ini ada orang orang yang sibuk membicarakannya, mendiskusikannya bahkan memprobagandakannya. Namun terkadang lupa memenuhi syarat syarat yang di minta oleh Allah swt.

Maka jama`ah dakwah dan tabligh ini, memilih cara yang di tempuh oleh anak yang per-tama dalam tamsil tersebut. Mereka sibuk berusaha untuk mewujudkan syarat syarat yang di minta oleh Allah kepada ummat ini, dengan cara mencontoh usaha yang telah dilakukan oleh Rasulullah dan para shahabat yang telah berhasil lulus memenuhi syarat syarat yang di minta oleh Allah Swt. Yaitu usaha meneruskan kerja kenabian. Yang kemudian di kenal di dalam usaha dakwah dan tabligh ini dengan 4 usaha rasulullah Saw. Yaitu 1. dakwah ilallah 2. ta`lim wa ta`alum 3, Ibadah dan dzikr. 4 khidmad. Sehingga dengan usaha ini, apa yang di